Fabel
Setelah Ibu Beruang menjelaskan, keempat
anak beruang pun mengerti. Saat itu semuanya sedang duduk di bawah pohon, di
belakang rumah mereka. Tak jauh dari mereka mengalir sungai berair jernih.
Menampilkan buih-buih karena derasnya air sungai yang dangkal.
“Sekarang Bunto akan ingat
terus,” kata Bunto. Ketiga saudaranya manggut-manggut setuju.
“Iya, nanti aku akan bilang pada
temanku yang suka usil. Kalau satu tambah satu itu, tidak selamanya dua,” sahut
Pimpo.
“Satu kilo apel dan satu liter
susu,” kata Pipi, mengulang apa yang telah diucapkan ibunya. Beruang kecil itu
tersenyum riang. Membuatnya terlihat amat manis dan menggemaskan.
“Boleh tidak, kalau apelnya
diganti dengan buah semangka?” tanya Pinko.
“Jangan. Nanti kamu lupa maksud
dari satu kilo apel dan satu liter susu,” sahut Bunto.
Ibu Beruang tersenyum geli
mendengar percakapan anak-anaknya. Sebelum ini ada peristiwa yang terjadi. Bunto
dan Pimpo tanpa sengaja menyaksikan Pinko memukul Pipi, sehingga adik bungsu
mereka itu menangis. Kira-kira kejadiannya begini:
“Eh, itu kan Pinko sama Pipi.
Mereka lagi main apa, ya?” kata Bunto. Ia dan Pimpo memperhatikan Pinko dan
Pipi yang berada beberapa puluh meter jauhnya.
Lalu tiba-tiba Pinko memukul
kepala Pipi sehingga beruang kecil itu terjatuh. Terdengar tangis Pipi yang
pecah. Tangan Pinko sudah terangkat lagi. Namun Pipi sudah keburu berlari.
“Ih, Pinko nakal. Yuk, kita balas
pukul,” kata Bunto. Ia dan Pimpo segera menghampiri saudara mereka.
“Pinko, kenapa kamu nakal?”
tuntut Bunto.
“Aku tidak nakal,” jawab Pinko.
“Ih, kami kan lihat. Tadi kamu
memukul Pipi,” kata Pimpo.
“Bukan begitu kejadiannya,”
sangkal Pinko.
“Tapi kami saksinya,” tegas
Bunto. “Kalau tidak mau bertanggung jawab, kami adukan pada ibu.”
“Tapi aku tidak nakal,” Pinko
terus membela diri.
Akhirnya masalah ini sampai juga
pada Ibu Beruang. Bunto dan Pimpo masih menuntut Pinko bertanggung jawab. Sementara
Pinko masih terus bertahan, berkata bahwa dia tidak bersalah.
“Bagaimana kalau kita tanya pada
Pipi?” kata Ibu Beruang bijaksana.
“Benar,” jawab Pimpo.
“Omong-omong, Pipi ada di mana?”
Anak-anak beruang itu berpencar
mencari adik bungsu mereka. Bunto yang menemukannya. Pipi tengah menangis di
bawah pohon di belakang rumah mereka.
“Sudah, Pipi. Jangan menangis
lagi,” kata Pimpo prihatin.
Karena Pipi tidak menjawab dan
terus saja menangis, akhirnya anak-anak beruang itu menyerahkan urusan ini kepada
ibu mereka.
Sambil membelai kepala Pipi, Ibu
Beruang berkata,
“Pipi, mau berhenti nangisnya
sekarang, atau lima menit lagi?”
Sambil terisak-isak Pipi
menjawab, “Sekarang.”
Walaupun airmatanya masih
meleleh, Pipi sudah lebih tenang dan bisa diajak bicara.
“Pipi kenapa menangis?” tanya Ibu
Beruang.
“Ada tawon. Di kepala Pipi,”
jawab Pipi. Lalu tiba-tia ia seperti teringat sesuatu dan mulai hendak menangis
lagi.
“Tawonnya sudah tidak ada lagi,”
kata Pinko cepat-cepat. Pipi langsung memegang kepalanya, lalu menghela napas lega.
“Tawon?” ulang Pimpo tak
mengerti.
“Kami tadi lihat, Pinko memukul
kepalamu,” kata Bunto tak mengerti.
“Pinko tidak pukul Pipi. Tadi ada
tawon di kepala Pipi. Pipi ketakutan. Lalu Pinko coba usir tawonnya. Pipi masih ketakutan. Lalu lari sambil
menangis. Rupanya tawonnya sudah pergi.”
“Tuh, kan. Aku sudah bilang. Aku
tidak memukul Pipi,” kata Pinko cemberut.
Bunto dan Pimpo tersenyum malu-malu.
Merasa tidak enak karena sudah berburuk sangka kepada Pinko.
“Maaf, ya,” kata Bunto
pelan-pelan.
“Iya, maafin, ya. Kami pikir kamu
nakal sama Pipi,” tambah Pimpo.
Ibu Beruang tersenyum. Ia
mengusap-usap kepala Pinko.
“Iya, aku maafin,” kata Pinko.
“Pinko memang baik hati,” sanjung
Pipi, membuat Pinko jadi salah tingkah.
“Kejadian tadi itu, ibarat Satu
Kilo Apel dan Satu Liter Susu,” kata Ibu Beruang. Keempat anaknya bengong tak
mengerti. Ibu Beruang tersenyum lalu menjelaskan maksud perkataannya. “Apa yang
Bunto dan Pimpo lihat, itu benar, bahwa Pinko memukul Pipi. Sayangnya itu bukan
kebenaran. Yang Bunto dan Pimpo lihat ketika Pinko memukul Pipi, ibarat satu
ditambah satu. Sehingga hasilnya adalah dua, yaitu Bunto dan Pimpo menarik
kesimpulan kalau Pinko nakal.
“Padahal yang terjadi sebenarnya
adalah, bukan satu ditambah satu. Melainkan satu kilo apel ditambah satu liter
susu. Dan hasil satu kilo apel ditambah satu liter susu, bukanlah dua kilo
liter apel susu. Hasilnya tetap satu kilo apel dan satu liter susu, yaitu bahwa
Pinko ternyata baru saja berbuat baik. Ia membantu Pipi mengusir tawon di
kepalanya.
“Kalau kalian melihat suatu
kejadian, kita ibaratkan kejadian itu adalah perhitungan satu ditambah satu.
Sebelum menarik kesimpulan, dilihat dulu, apakah satu itu berupa satu kilo,
satu buah, satu liter atau satu meter. Karena hasilnya akan berbeda. Satu kilo
apel ditambah satu kilo apel, hasilnya dua kilo apel. Tetapi kalau ternyata
satu kilo apel ditambah satu liter susu, hasilnya tetap satu kilo apel dan satu
liter susu.
“Jadi, sebelum menarik
kesimpulan, harus diteliti dengan cermat terlebih dahulu. Jangan sampai salah
mengambil kesimpulan. Akibatnya seperti Bunto dan Pimpo tadi, berburuk sangka
terhadap Pinko.”
Bunto, Pimpo, Pinko dan Pipi
manggut-manggut mendengar penjelasan Ibu Beruang.
“Sekarang Bunto akan ingat
terus,” kata Bunto. Ketiga saudaranya manggut-manggut setuju.
Cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment