Sunday 25 October 2015

SATU KILO APEL DAN SATU LITER SUSU

fabel-satu-kilo-apel-dan-satu-liter-susu

Fabel

Setelah Ibu Beruang menjelaskan, keempat anak beruang pun mengerti. Saat itu semuanya sedang duduk di bawah pohon, di belakang rumah mereka. Tak jauh dari mereka mengalir sungai berair jernih. Menampilkan buih-buih karena derasnya air sungai yang dangkal.

“Sekarang Bunto akan ingat terus,” kata Bunto. Ketiga saudaranya manggut-manggut setuju.


“Iya, nanti aku akan bilang pada temanku yang suka usil. Kalau satu tambah satu itu, tidak selamanya dua,” sahut Pimpo.

“Satu kilo apel dan satu liter susu,” kata Pipi, mengulang apa yang telah diucapkan ibunya. Beruang kecil itu tersenyum riang. Membuatnya terlihat amat manis dan menggemaskan.

“Boleh tidak, kalau apelnya diganti dengan buah semangka?” tanya Pinko.

“Jangan. Nanti kamu lupa maksud dari satu kilo apel dan satu liter susu,” sahut Bunto.

Ibu Beruang tersenyum geli mendengar percakapan anak-anaknya. Sebelum ini ada peristiwa yang terjadi. Bunto dan Pimpo tanpa sengaja menyaksikan Pinko memukul Pipi, sehingga adik bungsu mereka itu menangis. Kira-kira kejadiannya begini:

“Eh, itu kan Pinko sama Pipi. Mereka lagi main apa, ya?” kata Bunto. Ia dan Pimpo memperhatikan Pinko dan Pipi yang berada beberapa puluh meter jauhnya.

Lalu tiba-tiba Pinko memukul kepala Pipi sehingga beruang kecil itu terjatuh. Terdengar tangis Pipi yang pecah. Tangan Pinko sudah terangkat lagi. Namun Pipi sudah keburu berlari.

“Ih, Pinko nakal. Yuk, kita balas pukul,” kata Bunto. Ia dan Pimpo segera menghampiri saudara mereka.

“Pinko, kenapa kamu nakal?” tuntut Bunto.

“Aku tidak nakal,” jawab Pinko.

“Ih, kami kan lihat. Tadi kamu memukul Pipi,” kata Pimpo.

“Bukan begitu kejadiannya,” sangkal Pinko.

“Tapi kami saksinya,” tegas Bunto. “Kalau tidak mau bertanggung jawab, kami adukan pada ibu.”

“Tapi aku tidak nakal,” Pinko terus membela diri.

Akhirnya masalah ini sampai juga pada Ibu Beruang. Bunto dan Pimpo masih menuntut Pinko bertanggung jawab. Sementara Pinko masih terus bertahan, berkata bahwa dia tidak bersalah.

“Bagaimana kalau kita tanya pada Pipi?” kata Ibu Beruang bijaksana.

“Benar,” jawab Pimpo. “Omong-omong, Pipi ada di mana?”

Anak-anak beruang itu berpencar mencari adik bungsu mereka. Bunto yang menemukannya. Pipi tengah menangis di bawah pohon di belakang rumah mereka.

“Sudah, Pipi. Jangan menangis lagi,” kata Pimpo prihatin.

Karena Pipi tidak menjawab dan terus saja menangis, akhirnya anak-anak beruang itu menyerahkan urusan ini kepada ibu mereka.

Sambil membelai kepala Pipi, Ibu Beruang berkata,

“Pipi, mau berhenti nangisnya sekarang, atau lima menit lagi?”

Sambil terisak-isak Pipi menjawab, “Sekarang.”

Walaupun airmatanya masih meleleh, Pipi sudah lebih tenang dan bisa diajak bicara.

“Pipi kenapa menangis?” tanya Ibu Beruang.

“Ada tawon. Di kepala Pipi,” jawab Pipi. Lalu tiba-tia ia seperti teringat sesuatu dan mulai hendak menangis lagi.

“Tawonnya sudah tidak ada lagi,” kata Pinko cepat-cepat. Pipi langsung memegang kepalanya, lalu menghela napas lega.

“Tawon?” ulang Pimpo tak mengerti.

“Kami tadi lihat, Pinko memukul kepalamu,” kata Bunto tak mengerti.

“Pinko tidak pukul Pipi. Tadi ada tawon di kepala Pipi. Pipi ketakutan. Lalu Pinko coba usir tawonnya.  Pipi masih ketakutan. Lalu lari sambil menangis. Rupanya tawonnya sudah pergi.”

“Tuh, kan. Aku sudah bilang. Aku tidak memukul Pipi,” kata Pinko cemberut.

Bunto dan Pimpo tersenyum malu-malu. Merasa tidak enak karena sudah berburuk sangka kepada Pinko.

“Maaf, ya,” kata Bunto pelan-pelan.

“Iya, maafin, ya. Kami pikir kamu nakal sama Pipi,” tambah Pimpo.

Ibu Beruang tersenyum. Ia mengusap-usap kepala Pinko.

“Iya, aku maafin,” kata Pinko.

“Pinko memang baik hati,” sanjung Pipi, membuat Pinko jadi salah tingkah.

“Kejadian tadi itu, ibarat Satu Kilo Apel dan Satu Liter Susu,” kata Ibu Beruang. Keempat anaknya bengong tak mengerti. Ibu Beruang tersenyum lalu menjelaskan maksud perkataannya. “Apa yang Bunto dan Pimpo lihat, itu benar, bahwa Pinko memukul Pipi. Sayangnya itu bukan kebenaran. Yang Bunto dan Pimpo lihat ketika Pinko memukul Pipi, ibarat satu ditambah satu. Sehingga hasilnya adalah dua, yaitu Bunto dan Pimpo menarik kesimpulan kalau Pinko nakal.

“Padahal yang terjadi sebenarnya adalah, bukan satu ditambah satu. Melainkan satu kilo apel ditambah satu liter susu. Dan hasil satu kilo apel ditambah satu liter susu, bukanlah dua kilo liter apel susu. Hasilnya tetap satu kilo apel dan satu liter susu, yaitu bahwa Pinko ternyata baru saja berbuat baik. Ia membantu Pipi mengusir tawon di kepalanya.

“Kalau kalian melihat suatu kejadian, kita ibaratkan kejadian itu adalah perhitungan satu ditambah satu. Sebelum menarik kesimpulan, dilihat dulu, apakah satu itu berupa satu kilo, satu buah, satu liter atau satu meter. Karena hasilnya akan berbeda. Satu kilo apel ditambah satu kilo apel, hasilnya dua kilo apel. Tetapi kalau ternyata satu kilo apel ditambah satu liter susu, hasilnya tetap satu kilo apel dan satu liter susu.

“Jadi, sebelum menarik kesimpulan, harus diteliti dengan cermat terlebih dahulu. Jangan sampai salah mengambil kesimpulan. Akibatnya seperti Bunto dan Pimpo tadi, berburuk sangka terhadap Pinko.”

Bunto, Pimpo, Pinko dan Pipi manggut-manggut mendengar penjelasan Ibu Beruang.

“Sekarang Bunto akan ingat terus,” kata Bunto. Ketiga saudaranya manggut-manggut setuju.


Cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment