Dongeng
Kerajaan Kedabu sedang dirundung
kegelisahan. Pasalnya Raja Kumba yang memimpin kerajaan tersebut sedang sakit
mata. Akibatnya banyak urusan istana yang jadi terhambat. Padahal sebentar lagi
akan diadakan Pesta Sayur. Banyak raja-raja dari kerajaan lain akan datang.
Lalu, jika sakit mata Sang Raja
masih belum sembuh juga, Pesta Sayur dikhawatirkan akan gagal berlangsung. Raja
Kumba tidak akan bisa menyambut tamu-tamu raja dari kerajaan lain. Lagipula,
Pesta Sayur tidak akan menjadi Pesta Sayur tanpa Raja Kumba.
Karena tabib istana sudah
kewalahan, maka semua tabib dari seluruh pelosok negeri dipanggil untuk mencoba
menyembuhkan sakit mata Sang Raja.
Tabib pertama yang mencoba berkata,
“Ya, ampun, itu sakit mata yang terparah. Aku tidak bisa menyembuhkannya.”
Datang tabib yang kedua dan
berkata, “Tidak, tidak, tidak. Aku tidak bisa menyembuhkannya. Ini penyakit
mata yang sungguh aneh.”
Dan ketika tabib ketiga datang,
ucapannya pun tidak jauh berbeda dari tabib-tabib sebelumnya. Katanya, “Ini…
sungguh… tidak biasa. Aku tidak dapat menyembuhkannya.”
Begitu juga dengan tabib-tabib
lainnya. Hingga tinggal satu tabib lagi yang tersisa. Ia masih sangat muda.
Orang-orang memandangnya ragu. Apa benar anak muda ini seorang tabib?
Tabib Muda bertanya pada Raja Kumba
tentang keluhannya.
“Mataku,” mulai Raja Kumba. “Sekarang
tidak bisa melihat warna. Aku tidak bisa menentukan warna tertentu. Aneh
sekali.”
“Maaf, Paduka Raja. Apakah dahulu
ini belum pernah terjadi?” tanya Tabib Muda. Raja Kumba perlahan menggeleng tak
yakin.
“Warna apakah gerangan yang tidak
bisa Raja kenali?”
“Kau tahu, Tabib Muda, aku baru
saja menemukan bibit unggul baru untuk tomat-tomatku. Bibit unggul ini akan
menghasilkan tomat yang matang dalam waktu singkat namun dapat bertahan lama. Dan
warnanya bukan lagi merah, tapi berubah menjadi…” Raja Kumba terlihat ragu.
“Entahlah… kupikir berwarna biru… tapi tukang kebunku menyebutnya ungu. Lantas
aku memarahinya karena menyebutnya demikian. Nyatanya, juru masakku juga
menyebutnya berwarna ungu.”
Tabib Muda berpikir sejenak.
Kemudian katanya, “Bolehkah aku melihat tomat bibit unggul tersebut, wahai
Raja?”
Kemudian Raja meminta pelayan
istana membawakan buah tomat yang dimaksud. Ternyata tomat itu memang berwarna
ungu. Lantas, mengapa Raja menyebutnya berwarna biru? Apakah Raja buta warna?
Untuk meyakinkan, Tabib Muda akan
mencoba sesuatu. Ia melepaskan cincin bermata lapis lazuli berwarna biru yang
dipakainya, lalu memperlihatkannya pada raja.
“Wahai Raja, dapatkah Paduka
menyebutkan warna dari batu pada cincin ini?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu
saja ungu,” jawab Raja.
“Hmmmm,” Tabib Muda bergumam. Untuk
memastikan, Tabib Muda melakukan
beberapa percobaan lainnya. Dan akhirnya, yakinlah ia apa yang tengah menimpa
Sang Raja. Hanya saja ia sedikit bingung, bagaimana mungkin tabib-tabib yang
lain tidak mengetahui hal ini? Rasanya sungguh mustahil mereka tidak tahu apa
yang sedang diderita Raja.
Kata Tabib Muda kemudian, “Maafkan aku, Paduka
Raja. Namun, seperti halnya yang dikatakan tukang kebun dan juru masak istana,
buah tomat ini berwarna ungu, bukan biru.”
“Segera sembuhkan aku kalau
begitu. Pesta Sayur tak lama lagi akan berlangsung. Aku tidak bisa memimpin
acara dengan mata seperti ini,” kata Raja Kumba.
“Maafkan aku, Raja yang agung. Akan tetapi
yang sedang Paduka derita bukanlah sebuah penyakit. Bukan pula Raja mengidap
buta warna,” sahut Tabib Muda.
Sang Raja kontan memelototkan
matanya. “Tentu saja aku tidak buta warna! Berani sekali kau berkata demikian!”
Tabib Muda bingung bagaimana
menyampaikannya. Raja tidak mengidap penyakit apa pun. Mata Raja sangat sehat. Tidak
pula buta warna. Hanya saja, Raja selalu salah menganggap warna ungu sebagai
warna biru, dan sebaliknya. Seperti ada orang yang selalu salah menyebutkan
huruf ‘J’ sebagai ‘Z’, dan sebaliknya. Dan untuk masalah ini, Tabib Muda tidak
punya ramuan obat untuk menolong Raja.
Ketika Tabib Muda akhirnya
berhasil menjelaskan semuanya, Sang Raja menjadi amat marah. Dan tahulah Tabib
Muda mengapa tabib-tabib sebelumnya tidak mengatakan yang sebenarnya tentang
penyakit Sang Raja. Sang Raja yang marah menjebloskan Tabib Muda ke penjara.
Pesta Sayur tinggal menunggu
hari. Raja sangat gelisah karena penyakit matanya masih belum disembuhkan. Ia
mulai marah-marah pada pelayan-pelayannya. Pada panglimanya. Pada juru
masaknya. Pada tukang kebunnya. Pada perdana menterinya.
Sementara itu, sang Tabib Muda
duduk tenang dalam selnya. Ia tidak menyesal telah mengatakan yang sebenarnya
pada Sang Raja. Sebagai seorang tabib, ia merasa harus berkata jujur kepada
setiap pasiennya, sekalipun pasiennya adalah seorang raja.
Dia mendengar kabar tentang
kegelisahan Raja Kumba yang semakin menjadi. Sipir penjara meniru ucapan Raja saat
memarahi tabib istana.
“Pesta Sayur sebentar lagi! Bagaimana kalau ada raja dari kerajaan lain
bertanya, ‘Wahai Raja Kumba, buah apakah yang berwarna ungu ini?’ Aku tidak mau
mengatakan buah tomat bibit unggulku ini berwarna ungu! Karena bagiku
tomat-tomat itu berwarna biru!”
“Pasti gelisah sekali Paduka
Raja,” sahut Tabib Muda.
“Ya, begitulah. Tapi nasibmu
malang sekali. Sebegitu banyak tabib yang datang, hanya kau sendiri yang di
penjara,” kata Sipir penjara.
Tabib Muda tidak memikirkan
dirinya. Ia malah memikirkan nasib Raja. Pikirnya, Raja kan hanya salah
membedakan antara warna biru dan ungu. Jika ada yang bertanya padanya warna
buah tomat tersebut, ia kan hanya perlu menjawab “ungu”, sekalipun baginya
tomat itu berwarna biru. Lalu, apa yang mesti Raja risaukan?
Lalu Tabib Muda teringat
kata-kata Sipir penjara ketika menirukan Raja. Raja tidak mau mengatakan warna
buah tomat yang dilihatnya adalah ungu. Karena di mata sang Raja buah itu
berwarna biru.
“Tentu saja, Raja hanya ingin
mengatakan apa yang dilihatnya. Raja ingin berkata jujur mengenai apa yang
dilihatnya. Sama seperti aku, aku hanya ingin jujur mengatakan tentang sakit
mata Sang Raja,” gumam Tabib Muda.
Sang Tabib Muda pun mulai
berpikir keras. Ia ingin sekali membantu Raja. Dalam keheningan suasana selnya,
Tabib Muda mendapatkan sebuah ide cemerlang.
Setelah meyakinkan sipir penjara,
ia pun memperoleh izin dari Raja untuk menemui Raja dan mengungkapkan idenya.
Ketika Tabib Muda selesai memaparkan idenya, Raja Kumba manggut-manggut sembari
berpikir. Kemudian katanya, “Baiklah. Akan kucoba idemu.”
Ide Tabib Muda adalah seperti
ini.
Pada Pesta Sayur nanti, Raja Kumba
akan memamerkan semua buah tomat hasil kerja kerasnya. Termasuk tomat ungu
(namun tampak biru di mata Raja). Karena itu, Tabib Muda mengusulkan untuk
meletakkan kaca berwarna yang dapat memantulkan cahaya matahari ke arah tomat
ungu dan menyebabkan tomat tersebut berwarna biru, maka Raja akan melihatnya
berwarna ungu. Dengan begitu, ketika raja dari kerajaan lain akan berkata,
“Wah, tomat berwarna biru!”
“Oh, bukan. Ini tomat berwarna
ungu,” Raja Kumba akan menjawab demikian. Dan hatinya takkan gelisah. Karena
tomat yang tertimpa cahaya biru itu, akan tampak ungu di matanya.
“Oh, tentu saja. Ini pasti
pantulan cahaya dari kaca,” Raja dari kerajaan lain akan menyahut demikian.
Rencana Tabib Muda berhasil
dengan gemilang. Raja Kumba sungguh senang. Ia segera memerintahkan pembebasan
Tabib Muda dari penjara dan mengangkatnya menjadi Tabib Istana.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment