Sunday, 1 February 2015

RAJA KUMBA SAKIT MATA

king-throne-illustration

Dongeng

Kerajaan Kedabu sedang dirundung kegelisahan. Pasalnya Raja Kumba yang memimpin kerajaan tersebut sedang sakit mata. Akibatnya banyak urusan istana yang jadi terhambat. Padahal sebentar lagi akan diadakan Pesta Sayur. Banyak raja-raja dari kerajaan lain akan datang.




Kerajaan Kedabu memang terkenal dengan hasil sayur-mayurnya. Semua hasil kebunnya melimpah ruah, segar-segar dan besar-besar. Yang paling terkenal dari semua hasil kebun kerajaan Kedabu adalah tomat raksasa. Dari namanya saja sudah ketahuan mengapa tomat tersebut terkenal. Raja Kumba yang memang pandai dan ulet telah berhasil membuat bibit tomat yang bisa tumbuh hingga berkali-kali lipat ukurannya.

Lalu, jika sakit mata Sang Raja masih belum sembuh juga, Pesta Sayur dikhawatirkan akan gagal berlangsung. Raja Kumba tidak akan bisa menyambut tamu-tamu raja dari kerajaan lain. Lagipula, Pesta Sayur tidak akan menjadi Pesta Sayur tanpa Raja Kumba.

Karena tabib istana sudah kewalahan, maka semua tabib dari seluruh pelosok negeri dipanggil untuk mencoba menyembuhkan sakit mata Sang Raja.

Tabib pertama yang mencoba berkata, “Ya, ampun, itu sakit mata yang terparah. Aku tidak bisa menyembuhkannya.”

Datang tabib yang kedua dan berkata, “Tidak, tidak, tidak. Aku tidak bisa menyembuhkannya. Ini penyakit mata yang sungguh aneh.”

Dan ketika tabib ketiga datang, ucapannya pun tidak jauh berbeda dari tabib-tabib sebelumnya. Katanya, “Ini… sungguh… tidak biasa. Aku tidak dapat menyembuhkannya.”

Begitu juga dengan tabib-tabib lainnya. Hingga tinggal satu tabib lagi yang tersisa. Ia masih sangat muda. Orang-orang memandangnya ragu. Apa benar anak muda ini seorang tabib?

Tabib Muda bertanya pada Raja Kumba tentang keluhannya.

“Mataku,” mulai Raja Kumba. “Sekarang tidak bisa melihat warna. Aku tidak bisa menentukan warna tertentu. Aneh sekali.”

“Maaf, Paduka Raja. Apakah dahulu ini belum pernah terjadi?” tanya Tabib Muda. Raja Kumba perlahan menggeleng tak yakin.

“Warna apakah gerangan yang tidak bisa Raja kenali?”

“Kau tahu, Tabib Muda, aku baru saja menemukan bibit unggul baru untuk tomat-tomatku. Bibit unggul ini akan menghasilkan tomat yang matang dalam waktu singkat namun dapat bertahan lama. Dan warnanya bukan lagi merah, tapi berubah menjadi…” Raja Kumba terlihat ragu. “Entahlah… kupikir berwarna biru… tapi tukang kebunku menyebutnya ungu. Lantas aku memarahinya karena menyebutnya demikian. Nyatanya, juru masakku juga menyebutnya berwarna ungu.”

Tabib Muda berpikir sejenak. Kemudian katanya, “Bolehkah aku melihat tomat bibit unggul tersebut, wahai Raja?”

Kemudian Raja meminta pelayan istana membawakan buah tomat yang dimaksud. Ternyata tomat itu memang berwarna ungu. Lantas, mengapa Raja menyebutnya berwarna biru? Apakah Raja buta warna?

Untuk meyakinkan, Tabib Muda akan mencoba sesuatu. Ia melepaskan cincin bermata lapis lazuli berwarna biru yang dipakainya, lalu memperlihatkannya pada raja.

“Wahai Raja, dapatkah Paduka menyebutkan warna dari batu pada cincin ini?”

“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja ungu,” jawab Raja.

“Hmmmm,” Tabib Muda bergumam. Untuk memastikan, Tabib  Muda melakukan beberapa percobaan lainnya. Dan akhirnya, yakinlah ia apa yang tengah menimpa Sang Raja. Hanya saja ia sedikit bingung, bagaimana mungkin tabib-tabib yang lain tidak mengetahui hal ini? Rasanya sungguh mustahil mereka tidak tahu apa yang sedang diderita Raja.

Kata Tabib Muda kemudian, “Maafkan aku, Paduka Raja. Namun, seperti halnya yang dikatakan tukang kebun dan juru masak istana, buah tomat ini berwarna ungu, bukan biru.”

“Segera sembuhkan aku kalau begitu. Pesta Sayur tak lama lagi akan berlangsung. Aku tidak bisa memimpin acara dengan mata seperti ini,” kata Raja Kumba.

“Maafkan aku, Raja yang agung. Akan tetapi yang sedang Paduka derita bukanlah sebuah penyakit. Bukan pula Raja mengidap buta warna,” sahut Tabib Muda.

Sang Raja kontan memelototkan matanya. “Tentu saja aku tidak buta warna! Berani sekali kau berkata demikian!”

Tabib Muda bingung bagaimana menyampaikannya. Raja tidak mengidap penyakit apa pun. Mata Raja sangat sehat. Tidak pula buta warna. Hanya saja, Raja selalu salah menganggap warna ungu sebagai warna biru, dan sebaliknya. Seperti ada orang yang selalu salah menyebutkan huruf ‘J’ sebagai ‘Z’, dan sebaliknya. Dan untuk masalah ini, Tabib Muda tidak punya ramuan obat untuk menolong Raja.

Ketika Tabib Muda akhirnya berhasil menjelaskan semuanya, Sang Raja menjadi amat marah. Dan tahulah Tabib Muda mengapa tabib-tabib sebelumnya tidak mengatakan yang sebenarnya tentang penyakit Sang Raja. Sang Raja yang marah menjebloskan Tabib Muda ke penjara.

Pesta Sayur tinggal menunggu hari. Raja sangat gelisah karena penyakit matanya masih belum disembuhkan. Ia mulai marah-marah pada pelayan-pelayannya. Pada panglimanya. Pada juru masaknya. Pada tukang kebunnya. Pada perdana menterinya.

Sementara itu, sang Tabib Muda duduk tenang dalam selnya. Ia tidak menyesal telah mengatakan yang sebenarnya pada Sang Raja. Sebagai seorang tabib, ia merasa harus berkata jujur kepada setiap pasiennya, sekalipun pasiennya adalah seorang raja.

Dia mendengar kabar tentang kegelisahan Raja Kumba yang semakin menjadi. Sipir penjara meniru ucapan Raja saat memarahi tabib istana.

“Pesta Sayur sebentar lagi! Bagaimana kalau ada raja dari kerajaan lain bertanya, ‘Wahai Raja Kumba, buah apakah yang berwarna ungu ini?’ Aku tidak mau mengatakan buah tomat bibit unggulku ini berwarna ungu! Karena bagiku tomat-tomat itu berwarna biru!”

“Pasti gelisah sekali Paduka Raja,” sahut Tabib Muda.

“Ya, begitulah. Tapi nasibmu malang sekali. Sebegitu banyak tabib yang datang, hanya kau sendiri yang di penjara,” kata Sipir penjara.

Tabib Muda tidak memikirkan dirinya. Ia malah memikirkan nasib Raja. Pikirnya, Raja kan hanya salah membedakan antara warna biru dan ungu. Jika ada yang bertanya padanya warna buah tomat tersebut, ia kan hanya perlu menjawab “ungu”, sekalipun baginya tomat itu berwarna biru. Lalu, apa yang mesti Raja risaukan?

Lalu Tabib Muda teringat kata-kata Sipir penjara ketika menirukan Raja. Raja tidak mau mengatakan warna buah tomat yang dilihatnya adalah ungu. Karena di mata sang Raja buah itu berwarna biru.

“Tentu saja, Raja hanya ingin mengatakan apa yang dilihatnya. Raja ingin berkata jujur mengenai apa yang dilihatnya. Sama seperti aku, aku hanya ingin jujur mengatakan tentang sakit mata Sang Raja,” gumam Tabib Muda.

Sang Tabib Muda pun mulai berpikir keras. Ia ingin sekali membantu Raja. Dalam keheningan suasana selnya, Tabib Muda mendapatkan sebuah ide cemerlang.

Setelah meyakinkan sipir penjara, ia pun memperoleh izin dari Raja untuk menemui Raja dan mengungkapkan idenya. Ketika Tabib Muda selesai memaparkan idenya, Raja Kumba manggut-manggut sembari berpikir. Kemudian katanya, “Baiklah. Akan kucoba idemu.”

Ide Tabib Muda adalah seperti ini.

Pada Pesta Sayur nanti, Raja Kumba akan memamerkan semua buah tomat hasil kerja kerasnya. Termasuk tomat ungu (namun tampak biru di mata Raja). Karena itu, Tabib Muda mengusulkan untuk meletakkan kaca berwarna yang dapat memantulkan cahaya matahari ke arah tomat ungu dan menyebabkan tomat tersebut berwarna biru, maka Raja akan melihatnya berwarna ungu. Dengan begitu, ketika raja dari kerajaan lain akan berkata,

“Wah, tomat berwarna biru!”

“Oh, bukan. Ini tomat berwarna ungu,” Raja Kumba akan menjawab demikian. Dan hatinya takkan gelisah. Karena tomat yang tertimpa cahaya biru itu, akan tampak ungu di matanya.

“Oh, tentu saja. Ini pasti pantulan cahaya dari kaca,” Raja dari kerajaan lain akan menyahut demikian.

Rencana Tabib Muda berhasil dengan gemilang. Raja Kumba sungguh senang. Ia segera memerintahkan pembebasan Tabib Muda dari penjara dan mengangkatnya menjadi Tabib Istana.

cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment