Fabel
Kakek Singa dan Paman Beruang
tengah berdebat. Keduanya saling mengaku
sebagai pemilik kaca mata bundar yang ditemukan oleh Lala si anak landak. Kata
Kakek Singa,
“Ini kacamata milikku. Aku baru
saja kehilangan kacamata. Bentuk dan warnanya persis seperti ini.”
“Maaf, Kakek Singa,” sahut Paman
Beruang. “Tapi ini kacamata saya. Tadi saya lewat jalan ini. Saya yakin
kacamata saya jatuh di sini. Bentuk dan warnanya juga persis seperti kacamata
saya yang hilang.”
“Kakek yakin sekali kalau
kacamata ini punya kakek,” kata Kakek Singa bersikeras.
“Saya juga yakin kalau ini
kacamata saya,” sahut Paman Beruang tak mau kalah.
Wah, bagaimana ini? Sebetulnya
kacamata bundar berwarna merah hati ini kepunyaan siapa? Lala si anak landak yang
menonton percakapan ini jadi ikutan bingung. Apalagi sewaktu Kakek Singa
berkata,
“Lala, kamu percaya, kan, kalau
kacamata ini punya Kakek?”
“Ng…” Lala semakin kebingungan.
“Mungkin Kakek salah mengenali.
Ini betul-betul kacamata milik saya,” kata Paman Beruang.
Lala meneliti kacamata bundar
itu. Mungkin ia bisa menemukan nama atau inisial yang bisa menunjukkan pemilik
sebenarnya. Sayangnya tidak ada tanda apa pun.
“Lala, Kakek membutuhkan kacamata ini. Sebentar lagi pertemuan
Dewan Rimba. Kakek harus membaca naskah pidato. Kakek tidak bisa melihat dengan
jelas tanpa kacamata ini.”
“Paman juga harus pergi ke hutan
tetangga. Kalau tidak pakai kacamata, nanti Paman bisa tersesat karena melihat
kurang jelas.”
Lala bertambah bingung. Kacamata
bundar yang dipegangnya sekarang, harus diberikannya kepada siapa? Kakek Singa
atau Paman Beruang? Lala memutar otaknya. Aha! Lala dapat ide!
“Kakek Singa, Paman Beruang,
bagaimana kalau Kakek dan Paman bergantian mencoba kacamata ini. Kalau cocok,
tentu dialah pemilik sebenarnya.”
“Wah, Lala, itu ide yang sangat
bagus,” kata Kakek Singa. Ia pun menerima kacamata dari Lala dan mencobanya.
“Bagaimana, Kek? Apa mata Kakek
sekarang bisa melihat lebih jelas?” tanya Lala.
“Betul, Lala. Ini jelas kacamata
punya Kakek. Buktinya sekarang kakek bisa melihat lebih jelas.”
Lala tersenyum senang. Pikirnya,
sepertinya ia sudah menemukan siapa pemilik sebenarnya kacamata bundar ini.
“Sekarang giliran saya yang
mencoba kacamata itu,” kata Paman Beruang.
“Tentu saja,” kata Kakek Singa lalu
menyerahkan kacamata tersebut. Ia terlihat sangat percaya diri kalau kacamata
itu memang miliknya.
Ketika Paman Beruang sudah
memakai kacamata itu, Lala jadi berdebar-debar. Kalau itu memang kacamata milik
Kakek Singa, semestinya kacamata bundar tersebut tidak cocok dengan Paman
Beruang. Kalau memang begitu, mengapa Paman Beruang mengaku itu kacamata
miliknya?
“Bagaimana, Beruang? Kacamata itu
tidak cocok dengan matamu, kan?” tanya Kakek Singa.
Paman Beruang melihat-lihat
sejenak melalui kacamata bundar. Kemudian katanya, “Maaf, Kakek Singa. Ternyata
kacamata ini cocok sekali dengan mataku.”
“Hah?” seru Lala kaget. Kalau
Paman Beruang juga cocok mengenakannya, lalu sebenarnya kacamata bundar itu
kepunyaan siapa? Lala sungguh kebingungan.
“Aduh, bagaimana ini? Pertemuan
Dewan Rimba akan segera berlangsung. Siapa pemilik kacamata ini harus segera
diputuskan,” kata Kakek Singa.
“Kakek benar. Saya juga harus
segera berangkat. Supaya tidak perlu bermalam di jalan,” sahut Paman Beruang.
“Lala, kamu yang menemukan
kacamata ini, kan?” tanya Kakek Singa. Lala mengangguk. “Jadi, sekarang kamu
putuskan, kacamata ini akan kamu berikan kepada siapa,” lanjut Kakek Singa tak
terduga.
Wah, Kakek Singa semakin membuat
Lala bingung. Lala tidak bisa sembarangan memutuskan. Ia harus adil. Yang
menerima kacamata bundar ini, haruslah pemilik sebenarnya.
“Bagaimana Lala, menurutmu?”
tanya Paman Beruang.
“Ya, Lala. Teka-teki kacamata
bundar berwarna coklat ini harus segera diputuskan,” kata Kakek Singa.
Kakek Singa benar. Namun
bagaimana caranya menentukan siapa pemilik sebenarnya kacamata bundar berwarna…
Tiba-tiba sesuatu melintas di
pikiran Lala si anak landak. Tentu saja, itu dia jawabannya!
“Kakek Singa, Paman Beruang. Lala
pulang ke rumah sebentar. Paman dan Kakek tunggu di sini. Lala segera kembali.”
“Lho, kamu mau ke mana?” tanya
Kakek Singa heran.
“Ada sesuatu yang harus Lala
ambil. Tunggu sebentar ya, Kek.”
Kakek Singa dan Paman Beruang
saling tatap tak mengerti. Apa yang sedang Lala lakukan? Ide apa yang sedang
Lala pikirkan? Akhirnya Paman Beruang hanya bisa mengangkat bahu.
Tak berapa lama Lala pun kembali.
Ia membawa sesuatu bersamanya. Kakek Singa jadi penasaran.
“Lala, kamu membawa apa?” tanya
Lala.
“Oh, ini cermin,” jawab Lala.
“Cermin?” ulang Kakek Singa dan Paman
Beruang berbarengan. Lala mengangguk bersemangat sambil tersenyum ceria.
“Untuk apa cermin itu, Lala?”
tanya Paman Beruang.
“Cermin ini bisa memberitahu
siapa pemilik sebenarnya kacamata bundar itu,” jawab Lala. Senyumnya semakin
lebar.
Mata Kakek Singa langsung
melebar. “Apa itu cermin ajaib?” tanyanya.
“Cermin ajaib?” Paman Beruang
mengulang dengan takjub.
Lala si anak landak terkikik
pelan. Kemudian katanya, “Paman Beruang, coba Paman bercermin dengan cermin
yang Lala bawa ini. Kacamata bundarnya dipakai, ya.”
Paman Beruang manggut-manggut
saja. Dia tidak mengerti apa maksud Lala. Namun ia menurut saja.
“Bagaimana, Paman?” tanya Lala
setelah Paman Beruang mengenakan kacamata bundar dan bercermin.
“Ng… apa yang harus Paman lihat?”
tanya Paman Beruang ragu.
“Kacamatanya,” jawab Lala dengan
nada misterius.
“Ng… mata Paman bisa melihat
dengan jelas. Ini kacamata yang bentuk dan warnanya persis milik Paman.”
Lala mengangguk-angguk. “Sekarang
giliran Kakek Singa.”
Kakek Singa pun melakukan seperti
yang sudah dilakukan Paman Beruang. Lalu…
“Ya, ampun!” seru Kakek Singa.
Paman Beruang kaget mendengarnya. Sementara Lala tersenyum lebar.
“Ada apa, Kek?” tanya Paman
Beruang.
“Kacamatanya.”
“Ada apa dengan kacamatanya?”
tanya Paman Beruang tak mengerti.
Kakek Singa melepas kacamata
tersebut lalu memandanginya. Kemudian ia kenakan lagi dan bercermin sekali
lagi. “Ya, ampun,” desahnya. Paman Beruang jadi penasaran.
“Bagaimana, Kek? Apa kacamata
bundar ini memang milik Kakek?” tanya Lala.
“Ya, ampun,” Kakek Singa mengulang
desahannya lagi. “Beruang, maafkan Kakek. Ternyata Kakek salah. Ini memang bukan
kacamata punya Kakek.”
“Lho, kenapa tiba-tiba Kakek
berubah pikiran? Apa… apa cermin itu memang cermin ajaib?” tanya Paman Beruang
ragu-ragu.
“Begini, sewaktu kakek bercermin
sambil memakai kacamata ini, Kakek baru bisa melihat dengan jelas. Kalau
kacamata bundar ini berwarna merah hati, bukannya coklat seperti yang Kakek
kira. Sebelumnya karena tidak berkacamata, jadi Kakek jadi salah lihat, warna
merah hati seperti terlihat berwarna coklat.”
“Oooooh, begitu,” kata Paman
Beruang mengerti. Rupanya itulah maksud Lala membawa cermin. Supaya Kakek Singa
bisa melihat warna kacamata tersebut dengan pandangan yang jelas.
“Wah, Lala. Kamu memang anak
landak yang sangat pandai,” puji Paman Beruang.
“Terima kasih, Paman,” jawab Lala
malu-malu.
“Terima kasih, ya, Lala. Berkat
kamu, sekarang pemilik kacamata ini bisa dibuktikan,” kata Kakek Singa.
“Beruang, maafkan Kakek, ya.”
“Tidak apa-apa, Kek.”
Untunglah. Berkat kejelian Lala,
teka-teki kacamata bundar pun terpecahkan.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment