Wednesday, 15 July 2015

KARIN INGIN PUNYA PELIHARAAN

children-art

Cerita Anak

Dalam hitungan menit Karin akan segera tiba di rumah kakek. Karin sudah tidak sabar. Kakek berjanji akan mengenalkan Karin pada semua peliharaannya. Karin ingin sekali punya peliharaan. Tetapi ibu belum mengizinkan. Makanya ia sangat antusias melihat peliharaan kakek. Menurut cerita kakek, ia punya banyak peliharaan. Dari nama-namanya saja Karin sudah sangat tertarik. Ada yang dinamai Gogo, Cica, Wawo, Toto, dan lain-lain

“Pasti mereka imut dan lucu,” batin Karin. Kakek belum memberitahu jenis hewan apa saja peliharaannya. Bikin Karin jadi penasaran.

Ketika akhirnya Karin tiba di rumah kakek, langsung saja ia meminta kakek mengenalkan semua peliharaannya.

“Kakek, ayo kenalkan aku pada semua peliharaan Kakek. Si Gogo, Cica, Wawo… ng… siapa lagi nama-namanya?” celoteh Karin penuh semangat.

“Iya,” kata kakek sembari tersenyum. “Ayo, kita ke halaman belakang.”

Sambil menggandeng tangan kakek, Karin berjingkrak menuju halaman belakang. Karin sungguh terpukau melihat halaman belakang rumah kakek.

“Wah, indah sekali. Kebun bunga Kakek sangat asri. Kakek yang menanam semua tanaman di sini?”

“Tentu saja. Lihat pohon yang besar itu? Itu pohon kayu manis. Kakek beri nama Gogo,” kata kakek. Ia menunjuk pohon besar yang berdiri kokoh di sudut kebun.

“Gogo?” ulang Karin pelan. Ia seperti pernah mendengar nama tersebut. “Lho, bukannya itu nama salah satu peliharaan kakek?” tanya Karin dengan dahi berkerut. Kakek mengangguk sambil tersenyum pelan.

“Karin lihat tanaman di sebelahnya? Tanaman kenikir yang sedang berbunga itu?” tanya kakek sambil menunjuk bunga kenikir berwarna kuning yang tengah bermekaran. “Itu namanya Cica.”

“Hah? Kok bisa?” tanya Karin kebingungan.

“Semua tanaman yang tumbuh di kebun ini, kakek beri nama.”

“Jadi, peliharaan Kakek itu, tanaman?” Karin membelalakkan kedua matanya tak percaya.

Kakek mengangguk pelan. “Benar,” ujarnya.

Karin kecewa mendengar jawaban itu. Bagaimana mungkin peliharaan kakek adalah tanaman? Bukankah peliharaan itu semestinya seekor anak kucing yang imut? Atau mungkin kura-kura? Atau seekor hamster? Kalau tanaman, bagaimana bisa diajak bermain kejar-kejaran?

Kekecewaan Karin tampak jelas di wajahnya. Sekalipun anak perempuan itu tidak ingin kakek mengetahuinya.

“Ayo, Karin. Kakek ingin menunjukkan sesutu,” kata kakek. Ia membawa Karin ke bagian lain kebun. Tepatnya ke hadapan rimbun kecil tanaman mawar. Di sana ada sekuntum mawar merah yang baru saja mekar. “Ini kuntum pertamanya yang berbunga.”

Karin memandangi bunga mawar itu. Cantik sekali. Sampai-sampai Karin ingin melukisnya atau membuat puisi tentangnya.

“Kakek sangat lega tanaman ini akhirnya berbunga. Sebelumnya tanaman ini nyaris mati,” kata kakek.

“Mati? Aduh, kenapa bisa begitu?” tanya Karin terkejut.

“Tanaman ini terserang penyakit. Itu karena kakek lalai merawatnya.”

“Tapi sekarang ia baik-baik saja, kan?” kata Karin prihatin.

“Kakek rasa begitu.”

“Oh, syukurlah,” sahut Karin. “Ngomong-ngomong, tanaman mawar ini kakek beri nama apa?”

“Karenina.”

“Wah, nama yang cantik sekali.”

“Iya, mirip nama Karin.”

“Kakek benar,” kata Karin malu-malu.

Kakek mengajak Karin berkeliling kebun. “Semua tanaman di sini punya kisah sendiri-sendiri,” cerita kakek sembari mereka melangkah pelan. “Lihat tanaman anggrek itu? Waktu itu menegangkan sekali. Tanaman anggrek itu Kakek beri nama Tutu. Waktu itu Tutu diserang oleh segerombolan serangga. Daun dan batangnya nyaris habis digerogoti. Sungguh pandangan yang menyedihkan melihat kondisi Tutu waktu itu.” Kakek menghela napas.

“Lalu, apa yang terjadi?” tanya Karin ingin tahu.

“Untungnya Tutu tanaman yang kuat. Ia mampu bertahan. Akhirnya Tutu berhasil selamat. Dan sekarang ia tumbuh semakin sehat.”

Karin tersenyum lega.

“Ada juga kejadian lucu. Waktu itu Mora, si bunga melati, tanpa sengaja terkena tumpahan cat air. Kakek sedang mencoba melukisnya. Jadinya malah berantakan. Mora jadi berwarna-warni. Lalu ada seekor lebah yang mencoba mendekatinya. Tapi si lebah urung melakukannya karena kaget melihat bunga melati yang warna-warni.”

“Wah, ada-ada saja,” kata Karin, tersenyum geli. “Tapi, sekarang tidak lagi warna-warni, kan?”

“Tentu saja. Kakek benar-benar merasa bersalah membuat Mora kecipratan cat air. Tapi sekarang ia sudah putih bersih kembali,” jawab kakek.

Tiba-tiba datang segerombolan kupu-kupu yang terbang mengitari kepala Karin. Anak perempuan itu melompat-lompat girang.
“Sepertinya mereka mengira Karin adalah salah satu tanaman di sini,” kata Kakek.

“Kok bisa?” tanya Karin tak percaya namun gembira.

“Mungkin karena bando yang Karin pakai.”

Kakek benar juga. Bando yang dipakai Karin kan ada hiasan bunganya. Senangnya, batin Karin.

“Sebelumnya halaman belakang ini kosong. Lalu kakek mulai tanami. Tumbuhan pertama yang kakek tanam adalah bunga suplir. Kakek kasih nama Juju.”

“Yang mana yang namanya Juju?” tanya Karin seraya melemparkan pandang ke sekitarnya.

“Juju sudah tidak di sini lagi,” jawab Kakek. Nada suaranya sedih.

“Memangnya Juju pergi ke mana, Kek?” tanya Karin hati-hati.

Kakek menggelengkan kepalanya perlahan. Katanya, “Juju tidak mampu bertahan sewaktu musim kemarau panjang.”

“Kasihan,” kata Karin tak tega.

Angin berembus pelan. Membuat daun-daun bergemerisik dan dahan-dahan bergoyang.

“Tanaman adalah makhluk hidup. Mereka hidup, sama seperti Kakek, sama seperti Karin. Mereka juga merasakan bila kita merawat mereka dengan penuh kasih sayang.”

“Bagaimana mereka bisa tahu, Kek?”

“Daunnya akan tumbuh hijau dan segar. Bunganya akan cerah bermekaran. Batangnya akan tumbuh besar dan kokoh. Sama seperti Karin, akan tumbuh besar dan ceria karena dirawat oleh orangtua Karin dengan penuh kasih sayang.”

Karin mengangguk paham.

“Sungguh bahagia menyaksikan yang mulanya dulu hanya sebuah tunas. Lalu tumbuh menjadi sebatang pohon. Tumbuhan tidak bisa berpindah tempat. Tidak bisa diajak bermain tali. Tidak bisa diajak berjalan-jalan. Tapi mereka memberi tempat perlindungan bagi hewan-hewan di hutan. Mereka juga yang menjaga udara tetap bersih. Mereka mengisi kebun-kebun bunga agar tampak indah dipandang mata.”

Mendengar kata-kata Kakek, hati Karin jadi tersentuh. Rasanya ingin memiliki tanaman sendiri yang bisa ia rawat sepenuh hati.

“Apa Karin bisa merawat tumbuhan seperti Kakek? Karin khawatir, nanti malah tanamannya terbengkalai dan mati.”

Sambil menepuk-nepuk pelan puncak kepala Karin, Kakek berkata, “Kakek yakin Karin pasti bisa. Asal Karin merawatnya dengan kasih sayang yang tulus. Mau mencoba menanam sesuatu?”

“Mau, Kek,” jawab Karin dengan mata berbinar-binar.


cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment