Fabel
Piko adalah seekor anak kuda
laut. Saat itu sekolah baru saja selesai. Piko berenang-renang dengan riang di
sekitar terumbu karang. Ia sedang menunggu Tito, si ikan Dasi Biru, untuk
pulang bersama-sama. Ketika Tito muncul, Piko menjadi sedikit heran. Wajah Tito
tampak murung. Seingat Piko tidak terjadi apa-apa selama sekolah berlangsung.
Semuanya berjalan normal. Bahkan selama pelajaran Tito ceria seperti biasanya.
“Ujian menghapal perkalian dari
satu sampai sepuluh,” jawab Tito lesu.
“Kenapa dengan ujian perkalian? Ujiannya
kan masih minggu depan,” kata Piko tak mengerti.
“Benar. Tapi… aku kan sulit
menghapal perkalian,” jawab Tito malu-malu.
Oh, iya, Piko baru sadar.
Temannya itu memang sedikit lamban menghapal perkalian. Bahkan yang paling
lamban dibanding seluruh teman sekelas. Sementara Piko, ia tidak memusingkan
ujian tersebut. Ia sudah menghapal semuanya.
“Kamu masih bisa belajar selama
satu minggu ini,” kata Piko memberi semangat. “Oh, iya, Pak Guru kan berjanji
akan memberi hadiah di akhir ujian nanti. Jadi, ayo, semangat!”
Tito mengangguk. Namun kelihatan
tidak begitu yakin.
“Aku akan membantumu menghapal!”
kata Piko.
“Benar?” tanya Tito, matanya jadi
berbinar-binar penuh harap. Piko mengangguk mantap. Wajah Tito pun kembali
ceria.
Selama satu minggu itu, Piko
menemani Tito menghapal perkalian. Termasuk saat jam istirahat di sekolah,
keduanya tidak bermain bersama yang lain. Piko bisa melihat temannya itu
sungguh-sungguh belajar. Sesampainya di rumah pun Tito masih menghapal. Piko
yakin, saat ujian nanti, Tito pasti bisa berhasil.
Satu minggu pun berlalu. Tibalah
waktu ujian tersebut. Sewaktu nama Piko dipanggil, kuda laut itu maju dengan
percaya diri. Sesuai dugaan, ujiannya berlangsung sukses. Piko menyebutkan perkalian
dengan lancar. Tanpa salah sedikit pun.
Ketika giliran nama Tito
dipanggil, Tito mendadak gugup sekali.
“Ayo, Tito. Kamu pasti bisa. Kamu
kan sudah belajar dengan keras,” Piko menyemangati.
Tito memulai dari perkalian satu.
Semua berjalan lancar. Hingga akhirnya Tito sampai di perkalian lima, Tito
mulai melambat. Namun ia berhasil melewatinya. Pada perkalian enam, Tito
membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Pada perkalian tujuh, Tito
salah menyebutkan hasil tujuh dikali delapan. Tetapi untung ia langsung ingat
dan dibenarkannya. Pada perkalian delapan dan sembilan, akhirnya Tito melakukan
beberapa kesalahan.
Tito tampak kecewa. Dia tahu, dia
tidak berhasil menyebutkan semua perkalian dengan benar. Memang ada beberapa
teman lain yang juga melakukan kesalahan. Namun tidak sebanyak Tito. Sementara
Piko, ia berhasil dengan cemerlang.
“Yang penting kamu kan sudah
berusaha,” kata Piko, mencoba mengibur Tito. Namun Tito tidak menjadi lebih
ceria.
Akhirnya, tibalah waktu Pak Guru si
bintang laut mengumumkan hasil ujian. Juga mengumumkan siapa yang berhak
mendapatkan hadiah sesuai yang ia janjikan.
“Anak-anak sekalian, Pak Guru
senang sekali dengan hasil ujian kalian. Meksipun ada beberapa yang masih belum
lancar,” mulai Pak Guru. Mendengarnya Tito langsung tertunduk malu. “Dan sesuai
dengan janji sebelumnya, Pak Guru akan memberikan hadiah kepada yang terbaik
dari ujian ini.”
Piko yakin, dia yang akan
mendapatkan hadiah itu. Seingatnya, hanya dirinya yang paling lancar
menyebutkan semua perkalian. Memang banyak temannya yang tidak melakukan
kesalahan. Namun mereka tidak selancar dirinya.
“Dan yang berhak mendapatkan
hadiahnya adalah…”
Piko membatin, Aku jadi tidak
enak pada Tito. Aku mendapatkan hadiahnya, sementara Tito…
“Tito!”
Hah? Apa kata Pak Guru barusan?
“Ayo, Tito, silakan maju ke
sini,” kata Pak Guru. “Betul, kamu yang akan Pak Guru kasih hadiah.”
Apa? Tito yang mendapatkan
hadiahnya? Tapi… tapi aku kan… Piko benar-benar tak habis pikir. Bagaimana
mungkin Tito? Bahkan Tito yang paling tidak lancar di antara semuanya.
Sedangkan Piko, ia melewati ujian tersebut dengan sangat baik.
Pak Guru tidak adil, pikir Piko.
Takut-takut Tito memandang Piko.
Ia sadar, seharusnya bukan dirinya yang menerima hadiah. Melainkan Piko. Namun,
mengapa Pak Guru memanggil namanya?
“Ayo, Tito. Maju ke sini, jangan
ragu-ragu,” kata Pak Guru.
“Anak-anak semuanya,” kata Pak
Guru, “Tentu kalian bertanya-tanya mengapa Tito yang mendapat hadiahnya.”
Terdengar bisik-bisik di antara
murid-murid.
“Tenang, semuanya. Yang Pak Guru nilai
adalah bukan hasil ujiannya, namun usaha Tito selama ini. Kita semua tahu,
selama ini Tito yang paling lamban menghapal. Namun ujian hari ini, Tito
menunjukkan hasil yang luar biasa. Walaupun masih ada sedikit kesalahan.
Sebelumnya Pak Guru perhatikan, kalau Tito sungguh-sungguh belajar. Bahkan di
waktu istirahat, ia masih saja belajar. Sewaktu Pak Guru tanyakan pada orangtuanya,
di rumah pun Tito tetap bekerja keras menghapal. Tito memang tidak berhasil
menjadi yang terbaik dari hasil ujiannya. Namun usaha yang telah ia lakukan
untuk bisa hapal, berkali-kali lipat dari yang telah kalian lakukan,” jelas Pak
Guru.
Pak Guru benar. Yang paling
berusaha keras di sini adalah Tito, batin Piko. Tapi… bukankah selama ini ia
yang menemani Tito belajar? Membantu mengoreksinya kalau Tito melakukan
kesalahan? Bahkan Piko juga kehilangan waktu bermainnya karena menemani Tito
menghapal di jam istirahat.
Pak Guru tidak adil…
Setelah menerima hadiahnya, Tito
menghampiri Piko. Tito merasa sangat tidak enak. Ia ingin mengatakan sesuatu,
namun tidak tahu harus berkata apa. Sementara Piko, ia mencoba tidak
menampilkan rasa kecewanya.
“Ng… selamat, ya, Tito.”
Tito merasa semakin tak enak. Ia
hanya bisa mengangguk.
“Oh, iya, anak-anak. Sebetulnya
masih ada satu hadiah lagi,” kata Pak Guru.
Piko langsung mendesah. Kalau
yang dinilai Pak Guru adalah usaha untuk menghapal, tentu dia tidak akan masuk
hitungan. Piko memang seekor kuda laut yang cerdas. Dia bisa menghapal
perkalian lebih cepat dari teman-temannya. Ia hanya perlu sedikit usaha
dibanding teman-temannya.
“Piko.”
Hah?
“Benar, Piko. Yang berhak
mendapatkan hadiah ini adalah kamu,“ kata Pak Guru. Piko terbelalak tak
mengerti.
“Hadiah ini Pak Guru berikan
karena usahamu membantu Tito menghapal. Setiap jam istirahat, kamu selalu
mendampingi Tito belajar. Padahal kamu sendiri sudah hapal semua perkalian. Pak
Guru bangga padamu.”
Mendengar penjelasan Pak Guru,
perasaan Piko jadi tak enak. Ia sudah menuduh Pak Guru berlaku tidak adil.
“Murid-murid sekalian, bagaimana
pun sulitnya, kalian harus terus bersemangat untuk berusaha. Seperti yang
dilakukan Tito. Walaupun ia kesulitan menghapal perkalian, namun Tito tidak
putus asa. Karena setiap usaha yang dilakukan sungguh-sungguh, akan membuahkan
hasil. Dan kalau kalian sudah berhasil, jangan lupa untuk membantu teman-teman
yang belum. Seperti yang dilakukan Piko. Ia mau meluangkan waktunya untuk
membantu temannya agar bisa hapal perkalian.”
Piko dan Tito saling mengangguk
sambil tersenyum. Beruntungnya mereka memiliki satu sama lain sebagai sahabat.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment