Cerita Anak
Dari jendela yang buram karena
hujan, Mimi mencoba mengintip keluar. Tidak kelihatan apa-apa. Di luar masih
tampak muram. Sudah berhari-hari hujan terus turun. Kadang disertai angin yang
bertiup amat kencang. Mimi bosan berada di rumah. Ia ingin sekali bermain di
luar. Namun cuaca akhir-akhir ini sangat buruk.
“Kenapa tidak bermain di dalam
rumah saja?” kata Ayah.
“Mimi bingung harus main apa
sendirian,” jawab Mimi.
“Mimi kan bisa undang Yogi dan Nia
main ke sini,” kata Ayah.
“Adik bayi Nia baru saja lahir.
Nia sibuk membantu mamanya menjaga adik bayinya,” kata Mimi. Ia sengaja tidak
menjelaskan mengapa ia tidak mengajak Yogi saja bermain. Sebetulnya Mimi lagi
sebal sama Yogi.
Beberapa waktu yang lalu Mimi dibuat
jengkel oleh Yogi. Mereka, bersama beberapa anak lain, sedang bermain petak
umpet. Yogi kebagian jaga. Mimi bersembunyi di balik pohon. Tanpa Mimi sadari,
rupanya Yogi sudah mengetahui tempat persembunyiannya.
Bukannya meneriakkan nama Mimi,
Yogi malah mengambil ulat daun yang kebetulan dilihatnya, lalu dilemparkannya
pada Mimi. Bukan main kagetnya Mimi. Terlebih lagi ia sangat geli pada ulat.
Mimi menjerit-jerit. Untung tidak sampai menangis. Karenanya Mimi jadi marah
pada Yogi. Soalnya Yogi tahu kalau Mimi sangat takut pada ulat.
Sejak kejadian itu Mimi selalu
menolak diajak main sama Yogi. Ia juga malas bermain bersama anak lain kalau
Yogi ada di situ.
Hingga malam hari pun, Mimi masih
tidak tahu harus melakukan apa. Coba kalau ada teman-temannya, apa saja yang
mereka lakukan selalu terasa menyenangkan. Kadang mereka hanya memanjat pohon
atau mengejar layangan putus.
Mimi sangat berharap besok cuaca
cerah. Apalagi besok hari Minggu. Kalau tidak bisa bermain dengan Nia di
lapangan, setidaknya ia bisa mengunjungi Nia dan bermain-main dengan adik
bayinya.
Keesokan harinya Mimi bangun pagi
dengan bersemangat. Sudah tidak terdengar lagi bunyi hujan. Makanya ia senang
sekali. Ia berlari menuju jendela, menyibak tirainya lalu memandang keluar dari
baliknya.
Tiba-tiba keceriaan di wajahnya
sirna. Dari balik jendela Mimi melihat kalau suasana di luar sana masih muram.
Bahkan lebih gelap dibanding sore kemarin. Mimi jadi sedih. Kalau langit sudah
gelap begini, takkan lama hujan akan turun lagi.
Ayah yang kebetulan lewat, melihat
perubahan ekspresi wajah Mimi. Dengan sedikit heran ia pun bertanya, “Mimi, ada
apa? Kenapa pagi-pagi begini kamu sudah murung?”
“Hari ini cuaca mendung lagi. Jam
segini di luar masih gelap,” jawab Mimi lesu.
“Benarkah hari ini mendung?”
tanya ayah.
“Iya. Mimi sudah lihat dari balik
jendela,” jawab Mimi. Ayah lalu mencoba melihat keadaan di luar dari balik
jendela. Kaca jendela tampak buram oleh air hujan yang mengembun di sana.
Terdapat pula bercak-bercak bekas cipratan air tanah di bawahnya.
Tepat ketika itu terdengar suara
memanggil dari luar. Mimi sedikit kaget. Ia mengenalinya. Suara yang memanggil
itu milik Yogi.
Mau apa Yogi ke sini? Mimi
membatin. Ia jadi ingat lagi kejadian ketika Yogi menakutinya dengan ulat.
“Sepertinya ada yang memanggil
Mimi,” kata ayah.
Mimi pura-pura mendengarkan suara
yang memanggil itu.
“Iya, kan?” kata ayah.
Dengan sungkan Mimi berjalan ke
pintu depan. Sengaja ia berjalan amat perlahan. Mengulur-ulur waktu biar tidak
segera bertemu Yogi.
Ketika sampai di pintu depan,
Mimi sudah tidak mendengar lagi suara Yogi memanggil. Ia mencoba mengintip dari
jendela, di luar tidak kelihatan siapa-siapa. Mimi langsung sewot.
Tuh, kan, usil sekali, sungut
Mimi dalam hati.
“Lho, mana temannya?” tanya ayah,
ketika Mimi kembali dengan wajah merengut. Akhirnya karena ayah bertanya terus
tentang Yogi, Mimi pun bercerita.
“Oh, jadi Mimi lagi jengkel sama
Yogi,” kata ayah, manggut-manggut mengerti. “Tapi, bukan berarti Mimi jadi
tidak mau berteman dengan Yogi lagi, kan?”
“Tapi Yogi suka usil. Tadi saja,
tahu-tahu orangnya sudah hilang. Padahal sebelumnya memanggil-manggil.”
“Mungkin Mimi yang terlalu lama
bukain pintu. Jadinya Yogi pikir di rumah ini sedang tidak ada orang,” ujar
ayah.
Ah, mana mungkin. Yogi kan
anaknya usil, bantah Mimi dalam hati.
Ayah tersenyum melihat muka Mimi
yang cemberut. Katanya, “Jadi sekarang, apa Mimi mau bermain di luar?”
“Di luar masih mendung,” jawab
Mimi.
“Masa, sih? Sepertinya di luar
cerah,” kata ayah.
“Masih gelap, kok. Buktinya dari
jendela saja sinar mataharinya tidak tembus.”
Ayah tersenyum. Kemudian ia
berkata, “Sekarang coba Mimi berdiri di dekat jendela. Ayah keluar sebentar.”
“Ayah mau ke mana?” tanya Mimi
kebingungan.
“Berdiri saja dulu di sana. Nanti
Mimi tahu sendiri,” jawab ayah seraya senyum-senyum misterius.
Tak berapa lama Mimi bisa melihat
ayah berdiri di balik jendela. Namun tidak terlalu jelas karena kaca jendelanya
buram. Lalu ayah menyapu kaca jendela itu dengan sepotong kain. Bagian kaca
yang terkena kain lap mendadak bersih. Dan karenanya Mimi bisa melihat sepotong
cahaya menembus masuk melewatinya.
“Wah, ternyata di luar cuaca
sudah cerah, ya!” Mimi berseru kaget. Buru-buru ia keluar rumah, menghampiri
ayah yang berdiri di balik jendela.
Rupanya suasana di luar terang
benderang. Berbeda sekali dengan apa yang disangka Mimi. Langit amat biru.
Bersih tanpa awan. Matahari pagi bersinar cerah.
“Mimi kira masih mendung,” kata
Mimi.
“Itu karena Mimi melihat dari
balik kaca yang kotor,” kata ayah.
Ayah benar sekali. Mimi sekarang
bisa melihat bagian kaca yang belum dibersihkan ayah. Kacanya kotor dan buram.
Pantas saja ia mengira kalau di luar masih mendung.
“Kalau melihat melalui kaca yang
kotor, segala yang dilihat di baliknya juga jadi buram. Sama seperti Mimi
melihat Yogi,” kata ayah.
Mendengarnya Mimi terkejut.
Keningnya berkerut tanda tak mengerti. Ayah tersenyum lalu menjelaskan
maksudnya dengan perlahan.
“Hati itu ibarat kaca jendela
ini. Karena Mimi lagi jengkel, hati Mimi jadi tertutup oleh perasaan jengkel
itu. Akibatnya, apa pun tentang Yogi, membuat Mimi jadi jengkel. Teringat Yogi,
Mimi jadi jengkel. Yogi datang ke sini, Mimi juga jengkel.”
Mimi terpana. Benarkah hati Mimi
seperti kaca jendela yang kotor itu?
“Yang perlu Mimi lakukan
sekarang, cobalah melihat melalui hati yang bersih. Katakan pada Yogi kalau
Mimi tidak suka dengan kelakuannya. Sesudah itu, ayah yakin Yogi tidak akan
mengulanginya lagi. Dan kalian bisa bermain bersama-sama lagi.”
“Melihat melalui hati yang
bersih?” ulang Mimi.
“Artinya, jangan berprasangka
buruk pada Yogi. Siapa tahu tadi Yogi datang dengan maksud baik.”
Ayah benar, kata Mimi dalam hati.
Ia pun bertekad akan selalu melihat sesuatu melalui kaca hati yang bening.
Setelah membantu ayah
membersihkan semua jendela, Mimi pun pergi menemui Yogi. Mimi pun memberitahu
Yogi bahwa ia tidak suka dengan sikap Yogi beberapa waktu lalu. Rupanya Yogi
memang sudah menyadari hal itu. Hanya saja Mimi selalu menjauhinya. Padahal
Yogi berniat minta maaf.
“Maaf, ya. Aku tidak akan
menakut-nakuti kamu dengan ulat lagi,” sesal Yogi. “Sebetulnya tadi aku ke
rumahmu mau mengajakmu bermain di lapangan. Teman-teman yang lain sudah duluan
ke sana. Hari ini kan cuaca cerah sekali,” kata Yogi.
Mimi senang sekali mendengarnya.
Untung saja ia sudah menghapus kejengkelan-kejengkelan dari hatinya. Sekarang
kebaikan dan keceriaan akhirnya bisa menembus masuk.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment