Wednesday, 20 August 2014

THE LAST WORDS OF WILL WOLFKIN

resensi-review-buku

Review Buku


Judul                  : The Last Words of Will Wolfkin 

  (Pewaris Takhta Will Wolfkin)
Penulis                 : Steven Knight
Alih Bahasa        : Debbie J. Christ
Penerbit               : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit        : 2011
Genre                  : Fantasi
Tebal                   : 344 halaman
 
Sinopsis
Setelah 14 tahun hidup tanpa keluarga, tanpa bisa bergerak dan bicara, suatu hari Toby mendapat surat dari Islandia. Ditulis oleh seorang dokter yang mengatakan bahwa ia bisa membantu Toby. Suster yang merawat Toby mencoba menelusuri hal ini. Dan ia berkesimpulan bahwa surat itu hanya penipuan. Hal ini berakhir menjadi hanya secercah harapan yang menyakitkan bagi Toby.

Namun hidup Toby mendadak berubah ketika suatu malam seorang anak laki-laki mendatanginya. Bukan saja kedatangannya membuat Toby bisa bicara dan berjalan. Namun ia juga mengabarkan bahwa Toby sedang ditunggu di suatu tempat di Islandia, untuk hadir dalam pembacaan surat wasiat.

Sebuah kenyataan besar dihadapkan pada Toby. Bahwa ia ternyata merupakan pewaris takhta Raja Will Wolfkin. Situasi ini mengharuskan Toby pergi ke Langjoskull, sebuah kehidupan di bawah gletser di Islandia. Mereka dibutuhkan untuk mengakhiri tirani ilegal yang tengah menguasai tempat tersebut.

Selain Toby, ada anak lain yang juga dibawa ke Langjoskull dengan tujuan yang sama. Seorang anak perempuan bernama Emma. Keduanya hanya punya sedikit waktu untuk mempelajari seni Fel, menggunakan senjata dan berubah wujud menjadi binatang, sebelum tiba hari Deklarasi Sumpah. Di waktu itu, Toby dan Emma akan bertarung untuk mendapatkan hak atas takhta mereka.

Review
Dalam buku ini, PoV yang digunakan adalah orang pertama. Cerita disampaikan dengan lancar dan renyah, khas remaja. Jalinan persahabatan dan persaudaraan cukup terasa ketika membaca buku ini. Ada bagian paragraf yang sangat saya sukai:

“Aku sudah merasakan banyak perasaan baru selama beberapa hari ini, tetapi perasaan ketika aku melihatnya tersenyum adalah peraaan terbaik.

Itulah adik kecilku, pikirku. “

Kalimat-kalimat itu juga memberikan perasaan terbaik bagi saya sepanjang isi buku ini.

Secara umum cerita ini bisa dibagi menjadi beberapa bagian. Yakni perjalanan Toby dari biara tempat tinggalnya di Inggris ke Langjoskull, perjalanannya menuju tempat persembunyian dan sedikit kisah di tempat itu,  perjalanan Toby dan Emma ke Afrika, dan terakhir adalah klimaks cerita.

Kebanyakan isi dari buku ini tak lain adalah perjalanan Toby. Saya suka cara penulis menyampaikan perjalanan Egil yang membawa Toby menuju Langjoskull. Tak banyak yang mereka temui selama perjalanan. Tak banyak kejadian yang dialami. Bahkan perjalanan Toby merupakan sebuah teka-teki. Ia tidak tahu persis alasan mengapa ia dibawa ke Langjoskull, sampai ia sudah berada di sana.

Namun agak di akhir-akhir novel, saya jadi sedikit gelisah. Sisa halaman sudah menipis, namun klimaks cerita masih belum terjadi. Bagi saya ujung cerita jadi terkesan tergesa-gesa.

Saya menyukai cara penulis menyampaikan perjalanan Toby dan Emma ketika mereka kembali ke Afrika, di ujung-ujung cerita. Namun bagian cerita tersebut menjadi janggal, kalau bagian itu untuk mengesankan hilangnya harapan Toby dan Emma dalam mempertahankan takhta warisan mereka. Apalagi ketika baru saja keduanya tiba di Afrika, tahu-tahu Egil tak lama dari itu berhasil menyusul mereka. Lalu ketiganya kembali ke Langjoskull. Rasanya jadi melelahkan membaca bagian itu—terlepas dari cara penyampaian penulis yang sebenarnya saya suka.

Lalu tentang klimaks cerita. Saya kurang puas cara Toby dan Emma berhasil mengalahkan musuh mereka. Usaha mereka terkesan tidak terlalu hebat dan dalam waktu yang terlalu singkat. Belum lagi ada cerita pengkhianatan yang buat saya kesan munculnya begitu tiba-tiba.

Ada satu hal lagi. Kalau saya pribadi, tidak masalah dengan bagian ini. Tetapi ada teman yang juga membaca buku ini, dan mengeluh tentang cerita di epilog. Malahan ada yang berharap kalau bagian epilog tersebut dihilangkan saja :D

Secara keseluruhan buku ini enak dibaca. Saya suka penyampaian ceritanya. Saya juga suka perasaan yang saya dapat ketika selesai membacanya. Cara Steven Knight menyampaikan adegan ketika Toby dan Emma kembali ke Langjoskull dan bertemu Dokter Felman dan Profesor Elkkin, bikin terharu. Saya juga menyukai karakter-karakter yang dibuat di sini.

Bagaimanapun juga, mengkritik sebuah tulisan memang lebih mudah dan lebih cepat dibanding menulis cerita itu sendiri. Tetapi, seperti kata Roald Dahl, “I don’t care if a reader hates one of my stories, just as long as he finishes the book.”  ^^

3 dari 5 bintang

Keep reading!!!

by Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment