Wednesday 31 March 2021

HANAN INGIN JADI DOKTER

 Cerita Anak

Kalau sudah besar nanti, Hanan bercita-cita ingin menjadi dokter. Hanan sudah membayangkan dirinya mengenakan baju putih-putih sambil mengobati pasien-pasien yang sakit. Ia ingin sekali bisa membantu orang-orang yang sedang sakit dan menyembuhkannya.

Suatu hari, adik kesayangannya jatuh sakit. Melihat adiknya yang masih bayi menangis terus, Hanan jadi sedih. Bertambah sedih lagi karena ia tidak tahu harus berbuat apa. Hal ini membuat Hanan merasa sepertinya ia tidak pantas menjadi seorang dokter.

Untungnya sakit adik Hanan tidak parah. Setelah dibawa ke dokter, adik Hanan bisa dirawat di rumah. Tidak perlu dirawat di rumah sakit.

Karena Hanan terlihat amat murung, ibu pun menghampiri.

“Hanan sedang mikirin apa? Kok kelihatannya sedih,” tanya ibu.

Hanan ragu untuk mengutarakan isi hatinya. Ia merasa malu pada ibu. Selama ini Hanan selalu mengatakan pada ibu, kalau dewasa kelak ia ingin jadi dokter. Namun sekarang Hanan merasa ia tidak punya harapan.

Karena Hanan tidak kunjung bicara, ibu pun meletakkan tangannya di pundak Hanan.

“Kalau Hanan punya masalah, Hanan bisa cerita ke ibu,” ujar ibu lembut seraya tersenyum.

Melihat senyuman ibu yang begitu manis dan tulus, Hanan pun memberanikan diri bercerita.

“Kayaknya Hanan tidak bisa jadi dokter, Bu.”

“Oh, Hanan ingin mengganti cita-citanya? Emangnya Hanan ingin jadi apa sekarang?” tanya ibu.

“Bukan begitu, Bu,” sahut Hanan, agak bersungut sedikit. Sambil memainkan jari-jemarinya Hanan melanjutkan, “Sepertinya Hanan tidak mampu jadi dokter.” Raut muka Hanan bertambah sedih setelah mengatakan itu.

Ibu sedikit kaget mendengar pernyataan itu. Karena selama ini Hanan sudah bercita-cita menjadi dokter. Seraya merangkul pundak Hanan, ibu berkata, “Kenapa, Hanan? Apa yang terjadi?”

Hanan malu menceritakannya pada ibu. Tetapi ia begitu sedih dan ingin sekali mengungkapkan perasaannya. Setelah beberapa saat, Hanan akhirnya berkata,

“Hanan tidak pantas jadi dokter. Saat adik sakit, Hanan tidak bisa berbuat apa-apa. Harusnya Hanan bisa berbuat sesuatu buat adik.”

Mendengarnya ibu jadi tersenyum. Campuran geli dan haru. “Hanan kan belum jadi dokter, jadi wajar saja kalau belum bisa menyembuhkan adik.”

“Tapi buktinya ibu bisa merawat adik. Harusnya ibu yang pantas jadi dokter.”

Kepala Ibu manggut-manggut. Ia akhirnya paham akan kegundahan Hanan.

“Ibu tahu kok, apa yang bisa Hanan lakukan.”

Beberapa detik Hanan bergeming sebelum akhirnya menatap Ibu dengan raut wajah bingung sekaligus penuh harap. Katanya,

“Benarkah, Bu? Memangnya Hanan bisa apa?”

Sambil tersenyum ibu berkata, “Supaya bisa mencapai cita-cita, yang harus Hanan lakukan mulai dari sekarang adalah belajar dengan rajin.”

Mendengar jawaban itu, Hanan kembali lesu. Ia paham, untuk bisa menggapai cita-cita, haruslah tekun belajar. Namun dalam pikiran Hanan, tetap saja ia merasa tak berguna. Walaupun ia sekarang rajin belajar, tetap saja ia tidak bisa membantu adiknya yang sedang sakit.

Ternyata, ibu belum selesai sampai disitu.

“Karena Hanan belum jadi dokter, tentu saja bukan tugas Hanan buat nyembuhin adik. Ibu merawat adik juga, dengan anjuran dokter. Jadi, kalau Hanan ingin membatu adik yang sedang sakit, Hanan bisa kok. Kalau ibu caranya dengan menggendong adik, memberinya obat. Kalau Hanan, caranya bantu menjemur pakaian adik. Atau mengambilkan obat adik di lemari. Mengambilkan air buat adik di dapur. Banyak kok.

“Sama kalau kita ingin membatu orang yang terkena musibah banjir. Bantuan yang kita berikan bisa beragam. Mulai dari bantuan makanan, air bersih, pakaian bersih, obat-obatan. Dan yang juga sangat penting, Hanan bisa bantu dengan doa.”

“Doa?” tanya Hanan.

Ibu mengangguk membenarkan. “Hanan bisa bantu adik, dengan berdoa supaya adik bisa segera pulih kembali. Apa Hanan sudah mendoakan adik?”

Hanan menggeleng malu-malu.

Dengan lembut ibu memeluk Hanan seraya berkata, “Yuk, kita berdoa buat kesembuhan adik.”

Mata Hanan berbinar-binar menatap ibu. Ia tersenyum sambil mengangguk pelan.

 

Cerita & ilustrasi oleh Angewid


No comments:

Post a Comment