Cerita Anak
HAH?! Soalnya sebanyak ini? Mana sulit-sulit! Bowo membatin. Keringat dingin sudah sejak tadi mengucur di dahi Bowo. Telapak tangannya juga basah. Dia memutar-mutar pensilnya dengan gelisah. Saat itu ulangan matematika. Dari
Sebelumnya Bowo memang malas-malasan belajar. Menunggu sampai malam
sebelum ulangan, Bowo baru membuka bukunya. Akibatnya semalaman Bowo menguras
tenaga mempelajari buku matematikanya. Sampai-sampai dia ketiduran di meja
belajar. Besoknya bangun kesiangan dan tidak sempat sarapan. Yang terparah,
Bowo tidak bisa mengingat semua rumus yang telah dipelajarinya.
Mana ngantuk! Bowo terus saja menggerutu dalam hati. Jantung Bowo
berdetak dua kali lebih cepat waktu Bu Guru bilang, “Tinggal lima belas menit lagi.”
Dengan hati gundah Bowo mencoba menyelesaikan soal-soal itu.
“Kumpulkan!” kata Bu Guru lima
belas menit kemudian. Bowo tersentak kaget. Dia baru menyelesaikan beberapa
soal. Itu pun dikerjakan dengan tidak percaya dri. Sekarang Bowo cuma bisa
pasrah menunggu hasilnya.
Waktu istirahat Bowo menggabungkan diri dengan teman-temannya yang lagi sibuk
membahas ulangan matematika tadi. Semakin lama dia mendengarkan, semakin tak
enak perasaannya. Rasa-rasanya jawaban Bowo salah semua.
“Nomor satu jawaban kalian berapa? Seratus tiga puluh?” tanya seorang
anak.
“Iya, sama!” sahut yang lain bersemangat.
Bowo menginat-ingat jawabannya sendiri. Ng… jawabanku sepertinya bukan
itu, batin Bowo getir.
Sampai pulang ke rumah pun Bowo masih kepikiran. Kalau Bowo dapat nilai
nol bagaimana?
“Gimana ulangannya?” tanya mama Bowo, mengangetkan Bowo yang berjalan sambil
melamun.
“Ng…beres,” jawab Bowo asal saja.
Waktu Bowo lagi duduk di dekat jendela kamar tidurnya, merenungi nasib
ulangan matematikanya, tiba-tiba Mbak Tiwi mengejutkannya.
“Hayo!!! Lagi mikirin ulangannya yang salah semua, ya? Bilangin mama,
lho!”
“Jangan! Lagian belum tentu dapat nol, kok!” kata Bowo gusar.
“Kata orang, nilai nol itu bisa memberi kutukan. Sekali dapat nol,
selamanya dapat nol!” kata Mbak Tiwi menakuti-nakuti, lalu cekikikan. Malangnya
Bowo tidak bisa berhenti memikirkan omongan Mbak Tiwi meskipun dia tahu itu
tidak benar. Bowo jadi ketakutan. Mudah terkejut dan mimpi buruk. Setiap kali
melihat benda yang berbentuk bulat, dia langsung terbayang nilai nol.
Nol! Nol! Nol! Kata itu berdengung terus di telinga Bowo.
“Aku nggak mau dikutuk dapat nilai nol terus,” ringis Bowo.
Nol Nol Nol…
Bowo jadi tidak bersemangat. Ke sekolah jadi lesu, takut Bu Guru
membagikan hasil ulangan. Pulang ke rumah pun sama saja, takut dimarahi mama
karena dapat nol. Kalau nilai nol benar-benar membawa kutukan dan selamanya Bowo
mendapatkan nilai nol, bagaimana dia kelak bisa melanjutkan ke universitas?
Perusahaan mana yang mau menerimanya bekerja? Orang-orang akan mulai
menjauhinya karena kebodohannya, kemalasannya. Bowo akan sendirian, tidak punya
teman, tidak punya pekerjaan, hanya nilai nol yang akan selalu menemaninya…
“AAAAAAH!!!” jerit Bowo. Dia terbangun dari tidurnya. “Uh, nyesel, deh,
kenapa aku malas-malasan kemarin. Jadi ketakutan begini,” keluh Bowo. Dia
lantas bersiap-siap berangkat ke sekolah. Hari itu Bu Guru akan membagikan
hasil ulangan matematika. Hati Bowo jadi tak tenang.
“Gania,” Bu Guru memanggil satu persatu berdasarkan daftar absensi sambil
menyerahkan kertas ulangan muridnya.
Aduh, sudah abjad G. Gimana kalau aku beneran dapat nol? Aku nggak mau
dikutuk selamanya…
“Obiet!”
HAH?! Sudah ini namaku! Bowo makin gelisah. Saking cemasnya dia sampai menutup
kedua matanya.
“Prabowo! Prabowo?”
Bowo merasakan seseorang menyikutnya. Dia membuka matanya dan tersadar
kalau Bu Guru barusan memanggilnya. Kaki Bowo terasa loyo, kayak agar-agar.
Bowo bangkit dari kursinya lalu berjalan ke depan kelas dengan jantung berdebar
keras. Tangan Bowo gemetar ketika menerima kertas ulangannya.
“Aku belum siap. Nanti saja kulihat,” gumam Bowo, mendekap erat-erat
kertas ulanganya ke dada. Teman sebangku Bowo heran melihat Bowo langsung
menyimpan kertas ulangannya tanpa melihat hasilnya terlebih dahulu.
“Kamu dapat berapa, Bowo?” tanya Rangga. “Uh! Aku cuma dapat tujuh!”
HAH?! Nilai tujuh mengeluh begitu? Gimana aku? Pikir Bowo.
Sesampainya di rumah, setelah memastikan mamanya lagi sibuk, Bowo berlari
ke samping rumah, lalu sembunyi-sembunyi memeriksa kertas ulangannya.
“Buka nggak, ya? Ah, buka sajalah! Mau gimana lagi?”
HAH?! HAH?! Mata Bowo terbelalak. Mulutnya menganga lebar. “Aku dapat empat!
Hore! Nggak jadi kena kutuk! Horeeee!” Bowo melonjak kegirangan. Ternyata dia
tidak dapat nilai nol, tetapi dapat nilai empat. “Horeee! Mama! Ulangan
matematikaku dapat empat!”
“Dapat empat kok girang? Itu kan
bukan nilai yang bagus!” omel mama. Bowo tidak peduli. Sekalipun dapat nilai
satu, paling tidak bukan nol. Mbak Tiwi yang melihat tingkah pola adiknya
geleng-geleng kepala.
“Syukurlah,” kata Bowo lega. “Kapok, deh, malas-malasan belajar.”
cerita & ilustrasi oleh Angewid
Cerita ini pernah diposting di blogdongenganak.com
No comments:
Post a Comment