Fabel
SUKIYO adalah seekor anak itik. Tetapi jangan sangka kalau dia tidak punya cita-cita. Dia sama seperti anak-anak lainnya. Hanya cita-citanya saja yang berbeda. Sukiyo ingin sekali bisa terbang tinggi hingga ke langit. Sayangnya, sekeras apa pun usahanya, tetap saja dia tidak bisa terbang setinggi itu.Kadang Sukiyo mengkhayal tiba-tiba dia dikaruniai sayap baru yang bisa membawanya melintasi angkasa. Tentu saja tidak segampang itu. Walaupun khayalan sangatlah indah, tetap saja hanya khayalan. Makanya Sukiyo sungguh-sungguh berusaha agar keinginannya terkabul.
Suatu pagi nan cerah,
Sukiyo merasa yakin dia akan berhasil. Dia pun mencari pohon terbaik sebagai
titik tolak. Rupanya diam-diam dua ekor itik lain sedang memperhatikannya.
“Lagi ngapain Sukiyo?” bisik
Momot. Dia dan saudara kembarnya, Popot, sedang bersembunyi di sela rimbun
ilalang.
“Sukiyo belajar terbang
lagi!” sahut Popot.
“Tidak kapok-kapok dia,” kata
Momot. Popot mengangguk sependapat.
“Godain, yuk!” ajak
Momot jail.
“Ketahuan!!!” seru sebuah
suara tiba-tiba. Momot dan Popot kaget setengah mati. Langsung saja keduanya
berteriak-teriak, “Eh, copot! Eh, comot! Copot, eh, comot!”
Rupanya Sukiyo yang mengejutkan
mereka. Sukiyo pun tertawa geli. Momot dan Popot jadi cemberut.
“Jangan mengejutkan kami
begitu,” sungut Momot.
“Salah sendiri
mengintip,” kata Sukiyo seraya menahan geli. Karena jengkel, Momot dan Popot
pun pergi. Sekarang Sukiyo sudah bisa melakukan latihan terbangnya tanpa gangguan.
Dia merentangkan kedua
sayapnya penuh percaya diri. Sedikit menjejakkan kakinya di atas dahan, lalu
membiarkan tubuhnya terbang dibawa angin.
“Aku berhasil!” seru
Sukiyo girang. Lalu tiba-tiba kakinya merasakan tanah. “Lho, kok sudah sampai
bawah?” gumam Sukiyo dan menoleh untuk melihat dahan tempat dia tadi bertolak.
“Ah, pantas saja. Dahannya terlalu rendah. Aku harus cari dahan yang lebih tinggi.”
Setelah menemukan dahan
yang tepat, Sukiyo mengulangi lagi latihannya.
“Wah, indahnya
pemandangan dilihat dari atas,” gumam Sukiyo kagum. Sekali lagi dia
merentangkan sayapnya. Lalu tubuhnya pun membelah udara. “Aku terbang!” seru
Sukiyo seraya mengepakkan sayapnya. Tetapi tiba-tiba dia merasa badannya
bertambah berat. Apa perutnya kemasukan angin? Sukiyo menunduk. Ia menemukan
kalau bumi di bawahnya terlihat makin dekat.
“Ada apa, ya? Eh? Hah? HAH? Aku jatuuuuh!”
jerit Sukiyo.
Syukurlah dia nyemplung
ke sungai. Jadi Sukiyo baik-baik saja—kecuali hatinya. Ada sesuatu yang terasa tidak enak di sana.
Apa itu gerangan? Oh, ternyata Sukiyo merasa sedih. Lagi-lagi usahanya tidak
berhasil. Ia tidak tahu bagaimana lagi caranya agar bisa terbang tinggi.
Karenanya Sukiyo membiarkan saja air sungai membawanya hanyut.
Di tengah jalan dia
bertemu dengan seekor ikan yang tengah berenang berputar-putar. Sukiyo
menghampirinya karena nampaknya ikan itu sedang butuh bantuan.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak Ikan?” tanya Sukiyo
baik hati. Ternyata si ikan tersangkut di ranting pohon yang hanyut di sungai.
Sukiyo membantu ikan tersebut membebaskan diri.
“Terima kasih, Nak Itik,”
kata Pak Ikan.
“Kenapa Pak Ikan bisa
sampai tersangkut di situ?”
“Tadi aku terlalu senang,
akhirnya tidak mempehatikan sekeliling.”
Terlalu senang? Sementara
aku terlalu sedih, pikir Sukiyo. Pak Ikan yang melihat wajah sedih Sukiyo, jadi
penasaran.
“Kenapa kamu terlihat
begitu sedih?”
Malu-malu Sukiyo pun
menceritakan masalahnya. Pak Ikan mendengarkan dengan prihatin.
“Oh, kurasa aku bisa
membantumu,” kata Pak Ikan. Mata Sukiyo langsung berbinar-binar. “Temui Pak Uhu
si burung hantu. Dia tinggal di hilir sungai di atas pohon yang paling besar.”
Dengan harapan melambung
tinggi Sukiyo segera mencari Pak Uhu. Seperti yang disarankan oleh Pak Ikan.
Tidak perlu lama, Sukiyo dengan mudah bisa menemukannya.
“Ada apa mencariku?” tanya Pak Uhu. Lalu
Sukiyo menceritakan tentang masalahnya dan pertemuannya dengan Pak Ikan.
“Oh, hanya itu,” sahut
Pak Uhu. Mendadak jantung Sukiyo berdegup kencang. Ia sangat senang. “Ingin
operasi sayap atau minum pil berubah wujud?”
“Hah?!” seru Sukiyo
terperangah.
“Iya, kalau ingin
terbang, begitu caranya.”
Sukiyo sedikit tergoda.
Namun dia juga merasa takut. “Apa tidak ada cara lain?”
“Kalau tidak mau pulang
saja.”
Sukiyo merasa amat
kecewa. Padahal sebelumnya dia berharap banyak. Dengan lesu Sukiyo pun melangkah
pulang. Belum jauh tiba-tiba Pak Uhu memanggilnya.
“Begini saja, temuilah
sahabatku, Pak Rudi si rusa. Dia tinggal di tepi hutan.”
Perasaan hati Sukiyo
tidak lantas berubah. Dia tidak ingin berharap terlalu tinggi seperti
sebelumnya. Lagipula apa yang bisa dilakukan Pak Rudi untuk membuatnya terbang?
Rusa kan tidak
bisa terbang. Kendatipun demikian Sukiyo mengikuti saran Pak Uhu.
Ketika berhasil menemui
Pak Rudi, Sukiyo agak ragu mengutarakan maksud kedatangannya. Tetapi rupanya
Pak Rudi sangat ramah dan baik hati.
“Jadi kamu ingin terbang
lebih tinggi?” tanya Pak Rudi, setelah Sukiyo memberitahu alasan kedatangannya.
“Kenapa kamu ingin terbang setinggi itu?”
“Aku ingin melihat dunia
dari atas. Katanya, dari atas, bumi kelihatan menakjubkan.”
“Kalau itu masalahnya,
barangkali aku bisa membantu.”
“Tapi aku tidak mau
operasi sayap.”
“Tentu saja tidak. Ayo,
ikut aku.”
Pak Rudi membawa Sukiyo
ke tempat yang lebih lapang. Sejauh mata memandang hanya ada rumput dan
tanaman-tanaman kecil. Eh, ada sesuatu di tengah padang rumput itu! Balon Udara! Sukiyo jadi bertanya-tanya
dalam hati.
Pak Rudi tersenyum lebar.
”Ayo, ke sini.”
“Tapi aku ingin terbang
betulan, bukannya naik balon udara,” kata Sukiyo.
“Sudah, naik saja,” kata
Pak Rudi, meminta Sukiyo masuk ke dalam keranjang penumpang. Sukiyo menurut.
Segera Pak Rudi menyalakan alat untuk memanaskan udara dalam balon.
“Siap membelah udara?”
tanya Pak Rudi. Mau tak mau Sukiyo jadi bersemangat.
Perlahan-lahan balon udara
mulai terangkat. Makin tinggi dan makin tinggi. Sukiyo bahkan bisa melihat
puncak pohon. Dengan demikian terpanalah ia.
“Bagaimana?” tanya Pak
Rudi si rusa.
“Menakjubkan!”
“Tidak harus punya sayap untuk
bisa melihat bumi dari atas,” kata Pak Rudi.
Sukiyo tersenyum, sedikit malu. “Oh, ya, ada hal yang lebih menyenangkan lagi.”
“Apa itu?” tanya Sukiyo,
jantungnya jadi berdebar-debar.
“Kita bisa mengajak teman
naik balon udara. Apa kamu ingin mengajak seorang teman?”
Sukiyo langsung ingat
Popot dan Momot. “Boleh aku mengajak dua orang teman?”
“Tentu saja. Ayo, kita
jemput mereka.”
Mimpi Sukiyo untuk
terbang akhirnya terkabul. Meskipun dengan cara yang berbeda. Ini tentu saja
karena Sukiyo bekerja keras dan tidak gampang putus asa. Alangkah bahagianya
hati Sukiyo. Terutama karena dia bisa membagi kebahagiaannya dengan teman-temannya.
Terima kasih cerita-ceritanya. Saya pakai bercerita di kelas...
ReplyDeleteSama-sama. Semoga bermanfaat y ^^
Deletecerita yang bagus
ReplyDeleteWah bagus ceritanya, ijin pke ya utk di kelas.
ReplyDelete