Dongeng
Popo adalah seekor itik kecil yang tampan. Bulunya sangat halus dan berkilau. Banyak itik yang iri padanya. Namun banyak pula yang mengaguminya.
Popo tidak tinggal di sebuah
kandang yang hangat. Tidak pula di tengah-tengah sebuah keluarga. Popo tinggal
sendirian di bawah bentang langit nan luas. Tak seorang manusia pun
memeliharanya. Popo tidak memiliki teman. Malah Popo tidak pernah berusaha
berteman dengan siapa pun. Bukan karena bulunya yang indah membuat Popo jadi
besar kepala. Namun Popo menyukai sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh itik
lainnya. Hal ini menyebabkan Popo berbeda dan membuatnya menjadi spesial.
Sesuatu itu adalah musik.
Popo sangat menyukai musik. Dia
bisa menghabiskan waktunya seharian penuh hanya untuk mendengarkan irama aliran
sungai. Bukannya berenang seperti itik-itik lainnya.
Ketika angin bertiup, Popo akan
memejamkan matanya. Dia dapat mendengar suara nyanyian angin. Karena
kelakukannya ini, seekor itik bertubuh besar berkata,
“Itu tidak masuk akal. Tidak ada
itik yang bisa mendengar angin bernyanyi. Bahkan angin tidak bernyanyi.”
Mendengar itu Popo hanya
tersenyum. Ketika angin sekali lagi bertiup, Popo pun menari. Ia menggerakkan
sayapnya seirama suara angin. Si itik besar jadi jengkel melihatnya. Karenanya
ia mengatakan kepada itik-itik lainnya bahwa Popo berbohong. Popo tidak mungkin
bisa mendengar suara angin. Ia hanya membual agar menjadi pusat perhatian.
Apa yang dikatakan itu tentu saja
tidak benar. Popo tidak pernah berbohong. Dia sungguh-sungguh bisa mendengar
irama aliran sungai. Dia juga bisa mendengar nyanyian angin. Semua itu ada di dalam
kepalanya.
Suatu hari, telinga Popo
menangkap bunyi yang baru. Ia jadi penasaran. Bunyi ini terdengar asing. Aliran
sungai atau embusan angin belum pernah terdengar seperti ini. Popo pun
mengikuti bunyi yang terdengar sangat indah tersebut.
Saat kaki-kakinya melangkah, Popo
tidak tahu kalau sesuatu yang luar biasa akan terjadi dalam hidupnya.
Setelah berjalan tak seberapa
jauh, Popo bertemu dengan seorang kakek. Laki-laki berambut putih itu sedang
duduk di balik jendela yang terbuka sambil memainkan sesuatu. Bentuknya mirip
gitar, namun ukurannya lebih kecil. Popo tidak tahu namanya.
“Alat musik apa yang sedang Kakek
mainkan?” tanya Popo. Sang kakek berhenti bermain. Dia menoleh dan mendapati seekor itik kecil yang tampan.
“Halo, itik kecil. Kamu suka
suara ukulele ini? Ini hadiah kejutan dari cucuku. Sewaktu aku berulang tahun
yang ke seratus. Mau bernyanyi bersama-sama?” kata si kakek. Lalu jari-jarinya
yang keriput mulai menari-nari di atas senar ukulele. Si kakek juga menyanyi.
Betapa senangnya Popo. Langsung saja ia menari riang.
Namun tiba-tiba suara ukulele
berhenti. Seorang gadis kecil menghampiri si kakek. Dia membawa segelas air putih.
Katanya,
“Kakek, waktunya minum obat.”
“Maaf, itik kecil. Kita lanjutkan
lain waktu, ya.”
Si gadis kecil menutup jendela. Popo
memutuskan untuk kembali besok di waktu yang sama.
Keesokan harinya ketika Popo
kembali lagi, si kakek tidak berada di balik jendelanya. Bahkan jendelanya
tertutup. Tidak terdengar pula permainan ukulelelnya. Popo menunggu. Lama
sekali ia berdiri di situ. Namun jendela itu tetap saja tertutup. Popo sangat
kecewa.
Tidak putus asa, besoknya Popo
kembali lagi. Alih-alih bertemu si kakek, Popo malah bertemu dengan seorang
anak laki-laki yang mengejarnya tanpa alasan. Karena ketakutan, Popo pun
berlari. Namun anak laki-laki itu terus mengejarnya.
“Apa salahku?” teriak Popo.
Malang sekali, anak laki-laki
tersebut berhasil menangkap Popo. Sekeras apapun usaha Popo untuk membebaskan
diri, ia tidak berhasil.
Popo dibawa ke dekat parit besar.
Dan ia pun dilemparkan ke dalam parit tersebut.
Popo membiarkan dirinya saja
hingga akhirnya ia sampai ke sungai. Di sana ia bertemu dengan anak laki-laki
lainnya. Seorang anak bertubuh agak gemuk dan memiliki senyum yang ramah. Dia
terlihat senang dengan kedatangan Popo.
“Apa yang sedang kamu lakukan di
pinggir sungai?” tanya Popo.
“Hari ini cerah sekali. Tapi
sayang, dari tadi memancing aku belum dapat ikan seekor pun,” kata si anak
laki-laki. Dia meletakkan alat pancingnya. Merogoh ke dalam saku celananya dan
mengeluarkan benda kecil berbentuk persegi panjang berwarna silver.
“Mau mendengarkan permainanku?
Aku pandai memainkan harmonika.”
Ia pun memainkan lagu bernuansa
ceria dengan harmonika. Popo sangat takjub. Segera saja ia menari tak kalah
ceria.
Sejak saat itu kehidupan Popo pun
berubah. Ketika si anak laki-laki menyadari kalau Popo dapat menari seiring
irama musik, ia pun mengajak Popo berkolaborasi. Berdua, mereka pun mulai
mengadakan pertunjukan. Popo sangat senang karena akhirnya ia bisa menemukan
teman yang dapat berbagi kesamaan dengannya.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment