Monday 5 May 2014

MOMOI & BUNGA BOGENVIL

ilustrasi-fabel-dongeng-cerita-anak-bergambar

Fabel

MOMOI adalah seekor anak kelinci. Saat ini ia sedang sangat penasaran terhadap sesuatu. Dia pernah mendengar seseorang menyebut “Bunga bogenvil”. Momoi tidak tahu seperti apa itu bunga bogenvil. Bagaimana rupanya, baunya. Momoi sangat ingin tahu. Selama ini tanaman yang ia tahu hanyalah rumput dan sayuran hujau. Yang tak lain adalah makanan para kelinci.



“Sedang apa, Momoi?” tanya ibu Momoi.

“Sedang berpikir.”

“Memikirkan apa?”

“Bentuk bunga bogenvil.”

Ibu tersenyum lalu berkata dengan lembut,

“Sebaiknya kamu cari tahu.”

“Bagaimana caranya?” tanya Momoi.

“Tanyakan pada orang yang tahu.”

“Siapa yang tahu?”

“Momoi wawancarai saja semua orang. Tanyakan pada mereka seperti apa bunga bogenvil itu. Lalu setelah berhasil Momoi gambar bentuknya di kertas dan tunjukkan pada ibu.”

Momoi setuju. Ia pun keluar dari lubang tempat tinggalnya. Suasana hutan di luar tampak lengang.

“Ah, itu ada Pak Landak. Aku akan bertanya padanya,” kata Momoi lalu bergegas melompat menghampiri Pak Landak. “Permisi, Pak Landak. Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Oh, tentu saja,” jawab Pak Landak.

“Bunga bogenvil itu warnanya apa, Pak?”

“Ng… sepertinya merah,” jawab Pak Landak.

Tak sengaja Momoi melihat sekuntum bunga berwarna merah tak jauh dari ia berada. Momoi tersenyum. Ketika itu seekor burung betet baru saja terbang ke arahnya untuk mencari biji-bijian. Itu Bu Betet. Buru-buru Momoi menghampirinya setelah lebih dulu berterima kasih kepada Pak Landak.

“Bu Betet. Apa Bu Betet tahu bunga bogenvil itu seperti apa?”

Ng... batangnya ada durinya,” jawab Bu Betet.

“Terima kasih,” kata Momoi. Ia lalu menghampiri bunga merah yang tadi ia lihat. Betapa senangnya Momoi karena ternyata batang bunga merah itu punya duri.

“Momoi, kamu sedang apa?”

Momoi menoleh dan mendapati Bibi Kijang sedang menatapnya ingin tahu. Langsung saja Momoi menanyainya.

“Bibi Kijang, apa Bibi tahu bunga bogenvil itu seperti apa?”

“Ng… warnanya merah, mahkotanya ada tiga helai.”

“Warna merah?” Momoi tersenyum senang. Namun betapa terkejutnya Momoi. Bunga yang di hadapannya memiliki helaian mahkota yang sangat banyak.

Dengan perasaan kecewa Momoi mencari bunga lain di sekitarnya. Sekali lagi Momoi melihat bunga merah. Namun bentuknya berbeda. Bunga itu terletak di bawah pohon tempat Pak Lebah membuat sarang. 

Momoi senang sekali. Bunga merah yang ini memiliki tiga helai mahkota. Namun ia belum merasa yakin bahwa inilah bunga bogenvil yang dicarinya. Ia masih ingin bertanya lagi. Momoi pun menanyai Pak Lebah.

“Pak Lebah, apa Pak Lebah tahu tentang bunga bogenvil?”

“Di kebun bunga tempat sahabatku tinggal ada bunga bogenvil. Pohonnya tinggi. Warna bunganya oranye.”

Lagi-lagi Momoi kecewa. Dia jadi bingung. Mengapa Pak Lebah bilang bunga bogenvil berwarna oranye? Dengan lesu ia berjalan pulang ke lubang tempat tinggalnya. Sebelum sampai ia berpapasan dengan Pak Katak. 

“Pak Katak, bunga bogenvil itu seperti apa?”

“Bogenvil sama dengan bunga kertas.”

Momoi kecewa telah bertanya. Dia semakin bingung sekarang. Akhirnya Momoi memutuskan berhenti bertanya karena takut jadi lebih bingung lagi. Ia masuk ke lubang tempat tinggalnya. Ia lalu mengambil peralatan gambarnya. Sambil bergumam Momoi mulai menggambar.

“Kata Bibi Kijang tiga helai mahkota. Kata Pak Lebah pohonnya tinggi. Ada durinya. Berwarna merah… tetapi Pak Lebah bilang warnanya oranye.”

Karena bingung Momoi pun mewarnai bunganya dengan warna merah-oranye.

“Kata Pak Katak bunga bogenvil sama dengan bunga kertas. Berarti bukan bunga hidup. Tidak ditanam di tanah.”

Momoi tidak menggambar bunganya tertanam di tanah. Ia menggambar bunga bogenvilnya di dalam vas.

Momoi kembali menemui ibu. Momoi segera menunjukkan gambar bunga bogenvilnya. Ibu melihat sebuah gambar bunga berwarna merah-oranye dengan duri di tangkainya dan diletakkan di dalam vas yang sangat besar. Dari raut wajah ibu, Momoi tahu kalau gambarnya salah.

“Kata Pak Katak, bunga bogenvil sama dengan bunga kertas. Kita kan sering membuat bunga dari kertas,” kata Momoi. Suaranya sedih.

“Momoi tunggu di sini. Ibu ingin mengambil sesuatu.”

Ketika kembali ibu membawa sebuah buku yang berukuran cukup besar. Bersama Momoi mereka  pun membuka halaman buku besar itu.

“Ini bunga bogenvil,” kata ibu, menunjuk gambar bunga berwarna merah. “Sebetulnya yang tiga helai berwarna merah itu bukan mahkota, tetapi seludang bunga. Bunga aslinya itu yang terletak di tengah yang diselubungi oleh seludang. Ukurannya kecil. Umumnya warnanya putih. Seludangnya bisa tiga atau enam helai,” jelas ibu.

“Yang di bawah pohon tempat tingal Pak Lebah itu bunga apa?”

“Itu kembang sepatu, Sayang.”

Momoi berpikir sejenak.

“Ada durinya,” kata Momoi, menunjuk lagi. Namun bunga di buku sangat tidak mirip dengan bunga berduri yang ia lihat sebelumnya.

“Batang bunga kertas memang ada durinya. Tetapi yang kamu lihat itu namanya bunga mawar.”

 “Kata Pak Katak bogenvil itu bunga kertas.”

“Itu nama lainnya, Sayang. Disebut begitu karena kelopaknya tipis dan mirip kertas.”

“Kata Pak Lebah warnanya oranye.”

Sambil tersenyum lebar ibu menunjukkan semua gambar bunga bogenvil di bukunya. Betapa takjubnya Momoi. Ternyata warna bunga bogenvil itu bermacam-macam. Ada yang berwarna merah, putih, ungu, merah muda, kuning, magenta dan oranye. Ibu berjanji akan menunjukkan bunga bogenvil yang asli padanya.

“Momoi tahu dengan bunga asoka? Warnanya juga bermacam-macam.”

“Asoka?” ulang Momoi dengan mata berbinar-binar.

cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment