Fabel
MOMOI adalah seekor anak kelinci. Saat ini ia sedang sangat penasaran terhadap sesuatu. Dia pernah mendengar seseorang menyebut “Bunga bogenvil”. Momoi tidak tahu seperti apa itu bunga bogenvil. Bagaimana rupanya, baunya. Momoi sangat ingin tahu. Selama ini tanaman yang ia tahu hanyalah rumput dan sayuran hujau. Yang tak lain adalah makanan para kelinci.
“Sedang
berpikir.”
“Memikirkan
apa?”
“Bentuk
bunga bogenvil.”
Ibu
tersenyum lalu berkata dengan lembut,
“Sebaiknya
kamu cari tahu.”
“Bagaimana
caranya?” tanya Momoi.
“Tanyakan
pada orang yang tahu.”
“Siapa
yang tahu?”
“Momoi wawancarai
saja semua orang. Tanyakan pada mereka seperti apa bunga bogenvil itu. Lalu setelah
berhasil Momoi gambar bentuknya di kertas dan tunjukkan pada ibu.”
Momoi
setuju. Ia pun keluar dari lubang tempat tinggalnya. Suasana hutan di luar
tampak lengang.
“Ah, itu
ada Pak Landak. Aku akan bertanya padanya,” kata Momoi lalu bergegas melompat
menghampiri Pak Landak. “Permisi, Pak Landak. Boleh aku bertanya sesuatu?”
“Oh,
tentu saja,” jawab Pak Landak.
“Bunga
bogenvil itu warnanya apa, Pak?”
“Ng… sepertinya
merah,” jawab Pak Landak.
Tak
sengaja Momoi melihat sekuntum bunga berwarna merah tak jauh dari ia berada. Momoi
tersenyum. Ketika itu seekor burung betet baru saja terbang ke arahnya untuk mencari biji-bijian. Itu Bu Betet. Buru-buru Momoi menghampirinya
setelah lebih dulu berterima kasih kepada Pak Landak.
“Bu Betet.
Apa Bu Betet tahu bunga bogenvil itu seperti apa?”
“Ng... batangnya ada durinya,” jawab Bu Betet.
“Terima
kasih,” kata Momoi. Ia lalu menghampiri bunga merah yang tadi ia lihat. Betapa
senangnya Momoi karena ternyata batang bunga merah itu punya duri.
“Momoi,
kamu sedang apa?”
Momoi
menoleh dan mendapati Bibi Kijang sedang menatapnya ingin tahu. Langsung saja
Momoi menanyainya.
“Bibi Kijang,
apa Bibi tahu bunga bogenvil itu seperti apa?”
“Ng… warnanya
merah, mahkotanya ada tiga helai.”
“Warna
merah?” Momoi tersenyum senang. Namun betapa terkejutnya Momoi. Bunga yang di
hadapannya memiliki helaian mahkota yang sangat banyak.
Dengan
perasaan kecewa Momoi mencari bunga lain di sekitarnya. Sekali lagi Momoi
melihat bunga merah. Namun bentuknya berbeda. Bunga itu terletak di bawah pohon
tempat Pak Lebah membuat sarang.
Momoi
senang sekali. Bunga merah yang ini memiliki tiga helai mahkota. Namun ia belum
merasa yakin bahwa inilah bunga bogenvil yang dicarinya. Ia masih ingin bertanya
lagi. Momoi pun menanyai Pak Lebah.
“Pak
Lebah, apa Pak Lebah tahu tentang bunga bogenvil?”
“Di kebun
bunga tempat sahabatku tinggal ada bunga bogenvil. Pohonnya tinggi. Warna
bunganya oranye.”
Lagi-lagi
Momoi kecewa. Dia jadi bingung. Mengapa Pak Lebah bilang bunga bogenvil
berwarna oranye? Dengan lesu ia berjalan pulang ke lubang tempat tinggalnya. Sebelum
sampai ia berpapasan dengan Pak Katak.
“Pak
Katak, bunga bogenvil itu seperti apa?”
“Bogenvil
sama dengan bunga kertas.”
Momoi
kecewa telah bertanya. Dia semakin bingung sekarang. Akhirnya Momoi memutuskan
berhenti bertanya karena takut jadi lebih bingung lagi. Ia masuk ke lubang
tempat tinggalnya. Ia lalu
mengambil peralatan gambarnya. Sambil bergumam Momoi mulai menggambar.
“Kata
Bibi Kijang tiga helai mahkota. Kata Pak Lebah pohonnya tinggi. Ada durinya.
Berwarna merah… tetapi Pak Lebah bilang warnanya oranye.”
Karena
bingung Momoi pun mewarnai bunganya dengan warna merah-oranye.
“Kata Pak
Katak bunga bogenvil sama dengan bunga kertas. Berarti bukan bunga hidup. Tidak
ditanam di tanah.”
Momoi
tidak menggambar bunganya tertanam di tanah. Ia menggambar bunga bogenvilnya di
dalam vas.
Momoi
kembali menemui ibu. Momoi segera menunjukkan gambar bunga bogenvilnya. Ibu
melihat sebuah gambar bunga berwarna merah-oranye dengan duri di tangkainya dan
diletakkan di dalam vas yang sangat besar. Dari raut wajah ibu, Momoi tahu
kalau gambarnya salah.
“Kata Pak
Katak, bunga bogenvil sama dengan bunga kertas. Kita kan sering membuat bunga dari
kertas,” kata Momoi. Suaranya sedih.
“Momoi
tunggu di sini. Ibu ingin mengambil sesuatu.”
Ketika
kembali ibu membawa sebuah buku yang berukuran cukup besar. Bersama Momoi
mereka pun membuka halaman buku besar
itu.
“Ini
bunga bogenvil,” kata ibu, menunjuk gambar bunga berwarna merah. “Sebetulnya yang
tiga helai berwarna merah itu bukan mahkota, tetapi seludang bunga. Bunga
aslinya itu yang terletak di tengah yang diselubungi oleh seludang. Ukurannya
kecil. Umumnya warnanya putih. Seludangnya bisa tiga atau enam helai,” jelas ibu.
“Yang di bawah
pohon tempat tingal Pak Lebah itu bunga apa?”
“Itu
kembang sepatu, Sayang.”
Momoi
berpikir sejenak.
“Ada
durinya,” kata Momoi, menunjuk lagi. Namun bunga di buku sangat tidak mirip
dengan bunga berduri yang ia
lihat sebelumnya.
“Batang bunga
kertas memang ada durinya. Tetapi yang kamu lihat itu namanya bunga mawar.”
“Kata Pak Katak bogenvil itu bunga kertas.”
“Itu nama
lainnya, Sayang. Disebut begitu karena kelopaknya tipis dan mirip kertas.”
“Kata Pak
Lebah warnanya oranye.”
Sambil
tersenyum lebar ibu menunjukkan semua gambar bunga bogenvil di bukunya. Betapa
takjubnya Momoi. Ternyata warna bunga bogenvil itu bermacam-macam. Ada yang berwarna merah, putih,
ungu, merah muda, kuning, magenta dan oranye. Ibu berjanji akan menunjukkan
bunga bogenvil yang asli padanya.
“Momoi
tahu dengan bunga asoka? Warnanya juga bermacam-macam.”
“Asoka?”
ulang Momoi dengan mata berbinar-binar.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment