Dongeng
Di sebuah desa bernama Bentala
hiduplah seorang bocah laki-laki. Namanya Danuh. Ia adalah anak yang rajin bekerja dan periang. Namun Danuh tidak
terlalu peduli pada binatang-binatang kecil. Tidak mempedulikan jalannya walau ia
tahu ada barisan semut di bawahnya. Tidak mempedulikan laba-laba yang terlempar
ketika dia membersihkan rumah dari sarang laba-laba. Ia juga suka menjentik
kumbang yang sedang bersantai di atas bunga.
Danuh mengayuh pedal sepedanya
tidak terlalu cepat tidak pula terlalu lambat. Seraya menikmati suasana pagi
yang cerah Danuh pun bernyanyi kecil.
Di tengah asyiknya bersenandung,
terdengar sebuah teriakan yang sungguh mengagetkan.
“Berhenti!!!”
Danuh mengerem sepedanya
tiba-tiba. Susu di dalam botol bergoyang-goyang. Dia menoleh mencari sumber
suara.
“Ah, syukurlah. Kamu berhenti
tepat sekali,” kata suara itu.
Danuh mendapati seekor kucing berbulu
hitam yang amat kurus. Kucing itu melompat mendekatinya.
“Kenapa mengagetkanku begitu?”
tanya Danuh. Jantungnya masih berdegup kencang karena teriakan si kucing tadi.
“Maaf. Tapi kamu hampir saja
melindas rombongan semut.”
“Hah?” kata Danuh tak mengerti.
“Sedari tadi salah seekor dari
semut itu berteriak-teriak. Minta kamu memelankan laju sepedamu. Mereka sedang
bergegas membawa teman mereka yang sedang sakit,” jelas si kucing. Namun Danuh
masih belum mengerti penuh. Si kucing menjelaskan lagi. “Kalau kamu tidak
menghentikan sepedamu, semut-semut itu bisa urung menolong teman mereka. Karena
mereka sendiri bisa jadi sudah mati terlindas roda sepeda.”
“Bagaimana aku bisa tahu? Semut
kan kecil. Aku tidak bisa melihat mereka di tanah,” kata Danuh.
“Makanya aku meneriakimu tadi.”
“Ah, ada-ada saja. Semut kan cuma
serangga kecil. Kalau terlindas, pasti tidak terasa sakit,” kata Danuh.
Sekalipun dia melihat semut-semut itu, dia tidak akan menghentikan sepedanya
dan membiarkan mereka lewat terlebih dahulu.
“Biar kecil semut juga makhluk
hidup. Sama seperti tanaman. Kalau ada yang merobek daunnya atau menebang
batangnya sembarangan, mereka juga punya perasaan.”
Danuh hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya. Tidak mau menerima penjelasan si kucing kurus itu.
“Aku harus pergi. Aku jadi
terlambat mengantar susu-susu ini,” keluh Danuh.
Hari-hari Danuh berlangsung
seperti sedia kala. Pagi hari ia mengantarkan susu-susu segar, pergi ke
sekolah. Dan sore harinya menggembalakan sapi dan kambing-kambing.
Berselang beberapa hari kemudian.
Ketika Danuh dalam perjalanan mengantarkan susu segar, ia melihat si kucing
kurus yang pernah ia temui dulu. Si kucing tampak tergeletak lemas di semak-semak.
Danuh menghentikan sepedanya dan mendekat.
Kucing itu terlihat amat
memprihatinkan. Ia terlihat lebih kurus dari terakhir kali Danuh melihatnya.
Danuh jadi kasihan. Ia pun mengambil botol susu di keranjang sepedanya. Lalu ia
pun meminumkan susu tersebut kepada si kucing.
“Terima kasih. Kalau tidak ada
kamu, aku sudah mati kelaparan di sini,” kata si kucing. Danuh tersenyum
mengangguk. Ia pun melanjutkan kembali perjalanannya mengantar susu.
Tersiar kabar bahwa ada beberapa
ekor naga terbang mendekat ke arah desa mereka. Danuh ingin sekali melihat
naga-naga tersebut. Pagi itu Danuh lebih bersemangat mengayuh sepedanya. Ia
berharap selama perjalanannya mengantar susu, ia dapat bertemu naga.
Amat senangnya hati Danuh. Ketika
ia mengayuh sepedanya seraya bernyanyi
kecil, sesuatu melintas di atasnya. Danuh mendongak dan melihat dua ekor naga
terbang.
“Wah, aku benar-benar melihat
naga,” gumam Danuh. Ia pun melambai-lambaikan kedua tangannya. Berharap
naga-naga itu melihatnya dan sudi turun ke tanah untuk bercakap dengannya.
Tak terduga, salah satu dari naga
itu terbang turun ke arah Danuh. Bocah lelaki itu bisa mendengar gerungan sang
naga. Menggelegar di udara yang terbuka.
Danuh bisa melihat telapak kaki
si naga yang melesat turun tepat ke arahnya.
“Ya, benar! Sebelah sini!” teriak
Danuh gembira.
Angin bertiup lebih kencang
ketika si naga semakin dekat. Dedaunan semak belukar bergemerisik. Tiba-tiba
dari arah sampingnya sesuatu menyerangnya. Danuh tersentak kaget. Dan bersama
makhluk yang menubruknya, mereka terjengkang masuk ke semak-semak. Berbarengan
dengan itu terdengar bunyi hantaman keras di tanah.
“Kucing!” seru Danuh ketika
mengetahu siapa yang mendorongnya barusan. “Kenapa kamu lakukan itu?”
Danuh hendak bangkit keluar dari
semak. Namun si kucing menahannya.
“Jangan. Tunggulah di sini sampai
situasi aman,” cegah si kucing.
“Lho? Memangnya ada apa? Aku baru
saja akan berkenalan dengan naga,” protes Danuh. Ia sudah akan menyibak semak.
Namun si kucing menggigit bajunya sehingga Danuh tertahan. Di saat itulah ia
bisa melihat si naga yang amat besar. Ia terlihat mengendus-endus tanah. Entah
sedang mencari apa. Ketika nampaknya ia tidak berhasil menemukan apa yang
dicarinya, naga tersebut menggerung marah.
“Mana makhluk kecil tadi?” geram
sang naga.
Dengan sekali hentakan kakinya,
ia melumatkan sepeda Danuh. Naga itu pun terbang pergi. Meninggalkan sepeda
Danuh yang dalam sekejap telah menjadi gepeng.
“Apa yang terjadi?” teriak Danuh
tak mengerti. Ia keluar dari semak. Si kucing mengikutinya.
“Aku tadi mendengar naga itu
bicara kepada temannya,” kata si kucing. “Dia melihatmu melambai-lambaikan
tangan. Karenanya ia ingin melindasmu dengan kakinya.”
“Apa? Tapi kenapa? Aku tidak
punya salah padanya,” kata Danuh, syok mendengar penjelasan si kucing.
“Alasannya adalah karena kamu
kecil. Pikirnya tentu tidak sakit kalau kamu diinjak.”
“B-b-benarkah begitu?” gagap
Danuh. Ia teringat kejadian ketika ia diperingatkan si kucing karena hampir
melindas barisan semut. Ia juga merasa hal itu bukan masalah. Semut kan kecil,
tentu tidak merasa sakit kalau diinjak.
“Kita semua, biar kecil ataupun
besar, sama-sama makhluk hidup. Jadi tidak boleh aniaya,” kata si kucing lagi.
Danuh mengangguk mengerti.
“Terima kasih, kucing. Kamu telah menyelamatkanku.”
“Yang menyelamatkanmu bukan aku,”
sahut kucing. “Namun kebaikanmu sendiri.”
Danuh menatap si kucing tak
mengerti.
“Perbuatan buruk akan dibalas
dengan akibat buruk. Begitu juga dengan perbuatan baik. Akan diganti dengan
akibat yang baik,” kata si kucing lagi.
Sekarang Danuh paham. Karena dia
dengan seenaknya saja berpikir bahwa menyakiti semut yang kecil bukanlah suatu
masalah, ia pun hampir gepeng oleh naga yang juga berpikir kalau menginjak
dirinya yang kecil bukanlah sebuah masalah.
Si kucing yang menolong barisan
semut, juga mendapat balasan. Ketika ia kelaparan, Danuh menolongnya dengan
memberi susu. Dan sekarang, sewaktu Danuh berada dalam bahaya dengan kehadiran
seekor naga, si kucing balas menyelamatkannya.
cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid
No comments:
Post a Comment