Sunday 15 June 2014

DANUH MENUAI BUDI

ilustrasi-dongeng-cerita-anak-bergambar

Dongeng

Di sebuah desa bernama Bentala hiduplah seorang bocah laki-laki. Namanya Danuh. Ia adalah anak yang rajin bekerja dan periang. Namun Danuh tidak terlalu peduli pada binatang-binatang kecil. Tidak mempedulikan jalannya walau ia tahu ada barisan semut di bawahnya. Tidak mempedulikan laba-laba yang terlempar ketika dia membersihkan rumah dari sarang laba-laba. Ia juga suka menjentik kumbang yang sedang bersantai di atas bunga.

Seperti hari-hari biasanya, setiap pagi Danuh mengantarkan susu segar untuk dijual ke warga desa. Susu segar itu disimpan dalam botol-botol dan dibawa dalam keranjang sepeda.

Danuh mengayuh pedal sepedanya tidak terlalu cepat tidak pula terlalu lambat. Seraya menikmati suasana pagi yang cerah Danuh pun bernyanyi kecil.

Di tengah asyiknya bersenandung, terdengar sebuah teriakan yang sungguh mengagetkan.

“Berhenti!!!”

Danuh mengerem sepedanya tiba-tiba. Susu di dalam botol bergoyang-goyang. Dia menoleh mencari sumber suara.

“Ah, syukurlah. Kamu berhenti tepat sekali,” kata suara itu.

Danuh mendapati seekor kucing berbulu hitam yang amat kurus. Kucing itu melompat mendekatinya.

“Kenapa mengagetkanku begitu?” tanya Danuh. Jantungnya masih berdegup kencang karena teriakan si kucing tadi.

“Maaf. Tapi kamu hampir saja melindas rombongan semut.”

“Hah?” kata Danuh tak mengerti.

“Sedari tadi salah seekor dari semut itu berteriak-teriak. Minta kamu memelankan laju sepedamu. Mereka sedang bergegas membawa teman mereka yang sedang sakit,” jelas si kucing. Namun Danuh masih belum mengerti penuh. Si kucing menjelaskan lagi. “Kalau kamu tidak menghentikan sepedamu, semut-semut itu bisa urung menolong teman mereka. Karena mereka sendiri bisa jadi sudah mati terlindas roda sepeda.”

“Bagaimana aku bisa tahu? Semut kan kecil. Aku tidak bisa melihat mereka di tanah,” kata Danuh.

“Makanya aku meneriakimu tadi.”

“Ah, ada-ada saja. Semut kan cuma serangga kecil. Kalau terlindas, pasti tidak terasa sakit,” kata Danuh. Sekalipun dia melihat semut-semut itu, dia tidak akan menghentikan sepedanya dan membiarkan mereka lewat terlebih dahulu.

“Biar kecil semut juga makhluk hidup. Sama seperti tanaman. Kalau ada yang merobek daunnya atau menebang batangnya sembarangan, mereka juga punya perasaan.”

Danuh hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mau menerima penjelasan si kucing kurus itu.

“Aku harus pergi. Aku jadi terlambat mengantar susu-susu ini,” keluh Danuh.

Hari-hari Danuh berlangsung seperti sedia kala. Pagi hari ia mengantarkan susu-susu segar, pergi ke sekolah. Dan sore harinya menggembalakan sapi dan kambing-kambing.

Berselang beberapa hari kemudian. Ketika Danuh dalam perjalanan mengantarkan susu segar, ia melihat si kucing kurus yang pernah ia temui dulu. Si kucing tampak tergeletak lemas di semak-semak. Danuh menghentikan sepedanya dan mendekat.

Kucing itu terlihat amat memprihatinkan. Ia terlihat lebih kurus dari terakhir kali Danuh melihatnya. Danuh jadi kasihan. Ia pun mengambil botol susu di keranjang sepedanya. Lalu ia pun meminumkan susu tersebut kepada si kucing.

“Terima kasih. Kalau tidak ada kamu, aku sudah mati kelaparan di sini,” kata si kucing. Danuh tersenyum mengangguk. Ia pun melanjutkan kembali perjalanannya mengantar susu.

Tersiar kabar bahwa ada beberapa ekor naga terbang mendekat ke arah desa mereka. Danuh ingin sekali melihat naga-naga tersebut. Pagi itu Danuh lebih bersemangat mengayuh sepedanya. Ia berharap selama perjalanannya mengantar susu, ia dapat bertemu naga.

Amat senangnya hati Danuh. Ketika ia  mengayuh sepedanya seraya bernyanyi kecil, sesuatu melintas di atasnya. Danuh mendongak dan melihat dua ekor naga terbang.

“Wah, aku benar-benar melihat naga,” gumam Danuh. Ia pun melambai-lambaikan kedua tangannya. Berharap naga-naga itu melihatnya dan sudi turun ke tanah untuk bercakap dengannya.

Tak terduga, salah satu dari naga itu terbang turun ke arah Danuh. Bocah lelaki itu bisa mendengar gerungan sang naga. Menggelegar di udara yang terbuka.

Danuh bisa melihat telapak kaki si naga yang melesat turun tepat ke arahnya.

“Ya, benar! Sebelah sini!” teriak Danuh gembira.

Angin bertiup lebih kencang ketika si naga semakin dekat. Dedaunan semak belukar bergemerisik. Tiba-tiba dari arah sampingnya sesuatu menyerangnya. Danuh tersentak kaget. Dan bersama makhluk yang menubruknya, mereka terjengkang masuk ke semak-semak. Berbarengan dengan itu terdengar bunyi hantaman keras di tanah.

“Kucing!” seru Danuh ketika mengetahu siapa yang mendorongnya barusan. “Kenapa kamu lakukan itu?”

Danuh hendak bangkit keluar dari semak. Namun si kucing menahannya.

“Jangan. Tunggulah di sini sampai situasi aman,” cegah si kucing.

“Lho? Memangnya ada apa? Aku baru saja akan berkenalan dengan naga,” protes Danuh. Ia sudah akan menyibak semak. Namun si kucing menggigit bajunya sehingga Danuh tertahan. Di saat itulah ia bisa melihat si naga yang amat besar. Ia terlihat mengendus-endus tanah. Entah sedang mencari apa. Ketika nampaknya ia tidak berhasil menemukan apa yang dicarinya, naga tersebut menggerung marah.

“Mana makhluk kecil tadi?” geram sang naga.

Dengan sekali hentakan kakinya, ia melumatkan sepeda Danuh. Naga itu pun terbang pergi. Meninggalkan sepeda Danuh yang dalam sekejap telah menjadi gepeng.

“Apa yang terjadi?” teriak Danuh tak mengerti. Ia keluar dari semak. Si kucing mengikutinya.

“Aku tadi mendengar naga itu bicara kepada temannya,” kata si kucing. “Dia melihatmu melambai-lambaikan tangan. Karenanya ia ingin melindasmu dengan kakinya.”

“Apa? Tapi kenapa? Aku tidak punya salah padanya,” kata Danuh, syok mendengar penjelasan si kucing.
“Alasannya adalah karena kamu kecil. Pikirnya tentu tidak sakit kalau kamu diinjak.”

“B-b-benarkah begitu?” gagap Danuh. Ia teringat kejadian ketika ia diperingatkan si kucing karena hampir melindas barisan semut. Ia juga merasa hal itu bukan masalah. Semut kan kecil, tentu tidak merasa sakit kalau diinjak.

“Kita semua, biar kecil ataupun besar, sama-sama makhluk hidup. Jadi tidak boleh aniaya,” kata si kucing lagi.

Danuh mengangguk mengerti. “Terima kasih, kucing. Kamu telah menyelamatkanku.”

“Yang menyelamatkanmu bukan aku,” sahut kucing. “Namun kebaikanmu sendiri.”

Danuh menatap si kucing tak mengerti.

“Perbuatan buruk akan dibalas dengan akibat buruk. Begitu juga dengan perbuatan baik. Akan diganti dengan akibat yang baik,” kata si kucing lagi.

Sekarang Danuh paham. Karena dia dengan seenaknya saja berpikir bahwa menyakiti semut yang kecil bukanlah suatu masalah, ia pun hampir gepeng oleh naga yang juga berpikir kalau menginjak dirinya yang kecil bukanlah sebuah masalah.

Si kucing yang menolong barisan semut, juga mendapat balasan. Ketika ia kelaparan, Danuh menolongnya dengan memberi susu. Dan sekarang, sewaktu Danuh berada dalam bahaya dengan kehadiran seekor naga, si kucing balas menyelamatkannya.

Apa yang ditanam, itulah yang akan dituai.

cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment